Rabu, 19 Desember 2012

peran civic education terhadap masyarakat


PERAN PANCASILA DALAM MEWUJUDKAN MASYARAKAT ADIL DAN MAKMUR

Unmuh ponorogo berwna
 














Disusun oleh       : Yuli Harianto (12321605)
Dosen pengampu   : Drs. Mahmud Isro’I M.Si

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2012





KATA PENGANTAR


Dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang. Segala puji dan syukur bagi Allah swt yang dengan rido-Nya kita dapat menyelesaikan makalah ini dengna baik dan lancar. Sholawat dan salam tetap kami haturkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad saw yang dengan do'a dan bimbingannya makalah ini dapat terselesaikan dengan lancar.
Dalam makalah ini, penulis akan menguraikan tentang pendekatan di dalam memahami agama-agama yang kita ambil dari berbagai sumber yang kami baca. Makalah ini diharapkan bisa menambah wawasan dan pengetahuan yang selama ini kita cari.
Sebagai mahasiswa saya mengharapkan bimbingan, bantuan, saran dan dukungan dari Bapak Ibu dosen serta pihak lain agar makalah ini bisa berhasil dan berguna bagi kita semua. Amin.
Tidak gading yang tak retak, demikian pula makalah ini, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun tetap kami nantikan dan kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Ponorogo, 19 Nopember 2012


Penyusun



A.    Pengertian Civic Education
Secara bahasa istilah civic education oleh beberapa pakar diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi Pendidikan Kewargaan dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Istilah Pendidikan Kewargaan di satu sisi identik dengan istialah Pendidikan Kewarganegaraan.Namun di sisi lain,istilah Pendidikan Kewargaan secara substantik tidak saja mendidik generasi muda menjadi warga negara yang cerdas dan sadar akan hak dan kewajibannya dalam konteks kehidupan bermaysrakat dan bernegara yang merupakan penekanan dalam istilah Pendidikan Kewarganegaraan,melainkan juga membangun warga negara menjadi warga dunia (global society).Dengan demikian,orientasi Pendidikan kewargaan secara substantif lebih luas cakupannya dari istilah Pendidikan Kewarganegaraan.
Pengertian civic education menurut beberapa ahli :
Henry randall waite (1886) :
Civic education adalah ilmu pengetahuan yang membahas hubungan seseorang dengan orang lain dalam perkumpulan yang terorganisir,hubungan seorang individu dengan negara.
Zamroni :
Civic education adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk memepersiapkan warga negara berfikir kritis dan demokratis.



Syahrial sarbini (2006) :
Civic education suatu budang kajian yang mempunyai obyek telaah kebajikan dan budaya kewarganegaraan dengan menggunakan disiplin ilmu pendidikan dan ilmu politik.

Kriteria Masyarakat Adil dan Makmur
Menurut KBBI Makmur berarti banyak hasil, serba kecukupan, tidak kekurangan. Ada 4 bentuk kemakmuran, diantaranya:
1.     Negara kaya tapi Masyarakatnya juga kaya            
(Makmur) contohnya Amerika, Canada.
2.Negara Miskin tapi Masyarakatnya Miskin contohnya
                   Somalia.
3.Negara Miskin tapi Masyarakatnya Kaya contohnya
                   Swiss dan Singapura.
4.Negara Kaya Tapi Masyarakatnya Miskin contohnya Indonesia, Nigeria, dan Papua Nugini.

Sedangkan adil adalah suatu keadaan dimana semua orang mendapatkan hak menurut kewajibannya.
Menurut Rawls, keadilan adalah kejujuran (fairness). Agar hubungan sosial seperti di atas bisa berjalan secara berkeadilan, ia harus diatur atau berjalan sesuai dengan dua prinsip yang dirumuskan.Pertama, kebebasan yang sama (principle of equal liberty), bahwa setiap orang mempunyai kebebasan dasar yang sama. Kebebasan dasar ini, antara lain,

(1) kebebasan politik,
(2) kebebasan berfikir,
(3) kebebasan dari tindakan sewenang-wenang,
(4) kebebasan personal,
(5) kebebasan untuk memiliki kekayaan.
Kedua, prinsip ketidaksamaan (the principle of difference), bahwa ketidaksamaan yang ada di antara manusia, dalam bidang ekonomi dan sosial, harus diatur sedemikian rupa, sehingga ketidaksamaan tersebut,
(1) dapat menguntungkan setiap orang, khususnya orang-orang yang secara kodrati tidak beruntung dan
(2) melekat pada kedudukan dan fungsi-fungsi yang terbuka bagi semua orang. Artinya, Rawls tidak mengharuskan bagian semua orang adalah sama, seperti kekayaan, status, pekerjaan dan lainnya, karena hal itu tidak mungkin, melainkan bagaimana ketidaksaaman tersebut diatur sedemikian rupa sehingga terjadi ikatan, kerja sama dan kaitan saling menguntungkan juga membutuhkan di antara mereka
Keadilan harus diperjuangkan untuk melakukan koreksi terhadap kebijakan – kebijakan dan perbaikan ketimpangan yang dialami kaum lemah dengan menghadirkan institusi – institusi sosial, ekonomi, dan politik yang memperdayakan.

   Cara Mewujudkan Masyarakat Adil dan Makmur
Ada empat hal yang mendasar untuk mewujudkan keadilan dan kemakmuran berdasarkan cita – cita yang tercantum dalam Pembukaan UUD 45.
Empat hal tersebut adalah :
1.      Asas kepercayan
2.      Asas kerja sama (gotong royong)
3.      Asas keadilan, dan
4.      Asas kemakmuran.
Kita tidak cukup adil saja tanpa kemakmuran, atau makmur saja tanpa keadilan. Prinsip adil dan makmur adalah menjadi satu kesatuan. Oleh karena itu hak dan kewajiban masyarakan harus dijunjung tinggi sehingga terciptalah masyarakat yang adil dan makmur.

Klasifikasi dan Analisis Ciri Gambaran Masyarakat Yang Adil dan Makmur Berdasarkan Pancasila
Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur serta merata secara materil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Negara yang makmur pada umumnya diukur dengan tingkat pendapatan, pemerataan pendapatan, dan perseorangan. Pada tahun 1997 pendapatan perseorangan di Negara kita lebih kurang US$700 per tahun. Hal itu berarti Indonesia termasuk Negara berkembang.
1.     Masalah Kemiskinan dan Kekurangan Masyarakat Indonesia
kemiskinan seacara otomatis berarti suatu keadaan kehidupan yang berada dibawah kelayakan. Kemiskinan secara cultural merupakan sikap konsumtif dan kurangnya dinamika dalam masyarakat.
Program penanggulangan kemiskinan antara lain :
§  Peningkatan dan penyempurnaan program dan pembangunan di pedesaan;
§  Peningkatan desentralisasi dan otonomi dalam pengambilan keputusan;
§  Peningkatan peran serta masyarakat secara aktif dalam pembangunan.
1.     Kesenjangan dalam Tingkat Kehidupan Masyarakat
Pada hakikatnya kesenjangan sosisal terjadi karena kurang meratanya pembangunan beserta hasilnya dan kurangnya keadilan sosial.
Untuk mengatasi masalh itu, antara lain dapat dipecahkan melalui usaha sosialisasi dan penerapan secara efektif berbagai peraturan perundang-undangan yang mendukung terciptanya kesejahteraan sosial secara adil. Perundangan itu antara lain :
§  Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah;
§  UU No. 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN;
§  UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
1.     Kependudukan
Masalah kependudukan yang menonjol antara lain jumlah penduduk yang sangat besar, tingkat laju pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi, dan penyebaran penduduk yang tidak merata. Pemecahannya antara lain dilakukan dengan mengatur pertumbuhan penduduk melalui program KB dan memacu pertumbuhan ekonomi.
1.     Kebutuhan Masyarakat Kini dan yang Akan Datang
Sesuai dengan tujuan pembanguan nasional, kebutuhan masyarakat kini dan yang akan dating dapat di bagi menjadi 2, yaitu:
§  Kebutuhan yang bersifat materiil yang meliputi sandang, pangan, perumahan, kesehatan, dan lapangan pekerjaan;
§  Kebutuhan yang bersifat spiritual yang meliputi agama, moral pendidikan dan ilmu pengetahuan, keadilan, rasa aman, serta kebebasan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan.
1.     Adanya Keharusan Lepas Landas Melalui Tekad dan Keikhlasan
Kemajuan yang pesat dari IPTEK, khususnya dalam bidang komunikasi dan transportasi serta pengaruh globalisasi yang melanda dunia, mengakibatkan kegiatan pembangunan nasional makin terkait dengan pembanguna internasional. Dengan demikian, pembanguan harus ditingkatkan, baik kualitas maupun kuantitasnya, untuk menghadapi kompetisi dengan produk Negara lain.
IDEOLOGI YANG TEPAT UNTUK MEWUJUDKAN MASYARAKAT ADIL DAN MAKMUR
Seperti yang kita ketahui, Pancasila merupakan ideologi negara. Hal ini erat kaitannya dengan terwujudnya kemakmuran masyarakat Indonesia. Pada UUD 1945 tercantum pokok pikiran:
1.     Pemerintah yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
2.    Bentuk negara Republik yang berkedaulatan
rakyat.
3.    Segala sesuatu berdasarkan undang-undang
dasar negara.
4. Nilai-nilai Pancasila.
Pokok pikiran  tersebut berhubungan dengan apa yang menjadi cita – cita bangsa Indonesia di masa depan dan memiliki keluwesan yang memungkinkan menerima pemikiran-pemikiran baru tanpa mengingkari hakikat/nilai Pancasila. Dengan demikian, sebagai ideologi Pancasila dapat memberi pedoman untuk melakukan kegiatan di segala bidang demi tercapainya kemakmuran dan keadilan rakyat Indonesia.
Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, mengandung nilai moral keadilan sosial antara lain: wujud keadilan sosial atau kemasyarakatan meliputi seluruh rakyat Indonesia dalam seluruh bidang kehidupan baik politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan-keamanan.
4.    Bidang politik :
Tidak adanya penyalahgunaan kekuasaan.
5.    Ekonomi :
Terdapat distribusi pendapatan yang merata.
6.    Sosial Budaya :
Perlakuan sama rata terhadap budaya daerah dan pelaksanaan pendidikan nasional yang merata.
7.    Pertahanan dan keamanan :
Berkurangnya kriminalitas dan perlakuan hukum yang sesuai dengan hak dan Undang – Undang yang ada.





  Peran Civic Education
Pendidikan kewargaan (civic education) bertujuan untuk,
(a) membentuk kecakapan partisipatif yang bermutu dan   bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat tingkat lokal,nasional,regional dan global.
(b) menjadikan warga masyarakat yang baik dan mampu menjaga persatuan dan integritas bangsa guna mewujudkan indonesia yang kuat,sejahtera dan demokratis;
(c) menghasilkan mahasiswa yang berfikir komprehensif, analitis dan bertindak demokratis.
(d) mengembangkan kultur demokratis yaitu kebebasan, persamaan, kemerdekaan, toleransi, kemampuan menahan diri, kemampuan melakukan dialog, negosiasi, kemampuan mengambil keputusan serta kemampuan berpartisipasi dalam kegiatan politik kemasyarakatan.
(e) mampu membentuk mahasiswa menjadi good and responsible citizen (warga negara yang baik dan bertanggung jawab) melalui pananaman moral dan ketrampilan sosial (social skill) sehingga mereka kelak mampu memahami dan memecahkan persoalan-persoalan aktual kewarganegaraan seperti toleransi, perbedaan pendapat, bersikap empati, menghargai pluralitas, kesadaran hukum dan tertib sosial, menjunjung tinggi HAM, mengembangkan demokratisasi dalam berbagai lapangan kehidupan dan menghargai kearifan lokal.
Lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia lebih progresif dalam mengembangkan civic education, karena mereka sudah cukup lama melakukan upaya mengembangkan civic education, dengan menggunakan separated approach melalui mata pelajaran atau matakuliah khusus, yaitu Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), Matakuliah Dasar Umum (MKDU) Pancasila, dan Kewiraan, bahkan Penataran PA. Akan tetapi, harus diakui, terdapat sejumlah masalah dalam pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan yang dikembangkan selama ini dalam lembaga pendidikan di Indonesia, sehingga mengakibatkan kegagalan yang cukup serius dalam upaya sosialisasi dan diseminasi demokrasi, apabila dalam pembentukan cara berpikir (word-view) dari perilaku demokrasi di lingkungan peserta didik dan masyarakat sekolah/uneversitas pada umumnya. Kegagalan itu, setidaknya bersumber pada tiga hal sebagai berikut:
Pertama, secara substantif Pendidikan Kerwarganegaraan (PKn), Matakuliah Dasar Umum (MKDU) Pancasila. Dan Keriwaan tidak secara terencana dan terarah mencakup materi dan pembahasan yang lebih terfokus pada pendidikan demokrasi dan kewargaan. Materi-materi yang ada umumnya terpusat pada pembahasan yang bersifat idealistik, legalistik, dan normatif, bahkan cenderung menggunakan perspektif militerisme.
Kedua, kalaupun materi-materi yang ada pada dasarnya potensial bagi pendidikan demokrasi dan kewargaan, potensi tersebut tidak bisa berkembang, karena pendekatan dalam pembelajarannya bersifat indoktrinatif, regimentatif, monologis, dan tidak partisipatif.
                   Ketiga, materi-materi perkuliahan tersebut lebih teoretis dari pada praktis. Akibatnya diskrepansi yang jelas di antara teori/wacana yang dibahas dengan realitas sosial-politik yang berlangsung. Bahkan pada tingkat sekolah/uneversitas sekalipun, diskrepensi itu sering terlihat pula dalam bentuk otoritarianisme, bahkan feodalisme, dari orang-orang sekolah dan universitas itu sendiri. Akibatnya bisa dipahami bahwa sekolah atau universitas gagal membawa peserta didik untuk "mengalami demokrasi".
Beberapa kegagalan sebagaimana disebutkan di atas meniscayakan perubahan paradigma dalam civic education yang dikembangkan di lembaga pendidikan, baik paradigma materi maupun paradigma metodologis dalam civic education di lembaga pendidikan. Perubahan paradigma materi dalam civic education diarahkan secara sistematis pada perkembangan wacana demokrasi yang berkeadapan dalam dinamika perubahan sosial yang berkembang, sedangkan perubahan paradigma metodologis diarahkan untuk mengembangkan daya nalar anak didik secara kritis dalam kelas-kelas yang partisipatif, sehingga mereka benar-benar dapat "mengalami demokrasi" dalam proses pembelajaran mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar