Rabu, 19 Desember 2012

MAKALAH PEMEROLEHAN BAHASA


I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
            Bahasa sebagai alat komunikasi merupakan sarana perumusan maksud, melahirkan perasaan, dan memungkinkan kita menciptakan kegiatan sesama manusia, .mengatur berbagai aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan rnasa depan kita. Bahasa sebagai alat komunikasi diperoleh manusia sejak lahir sampai usia lima tahun, yang dikenal dengan istilah pemerolehan bahasa. Orang dewasa selalu terpesona oleh hampir perkembangan bahasa yang ajaib pada anak-anak. Meskipun sepenuhnya lahir tanpa bahasa, pada saat mereka berusia 3 atau 4 tahun, anak-anak secara khusus telah memperoleh beribu-ribu kosakata, sistem fonologi dan gramatika yang kompleks, dan aturan kompleks yang sama untuk bagaimana cara menggunakan bahasa mereka dengan sewajarnya dalam banyak latar sosial.
            Pemenuhan ini terjadi pada setiap masyarakat yang dikenal, apakah terpelajar atau bukan, dalam tiap-tiap bahasa dari Afghan hingga ke Zulu, dan hampir pada semua anak-anak, dengan mengabaikan cara bagaimana mereka dibesarkan. Alat-alat linguistik modern dan psikologi telah memungkinkan kita untuk mengatakan banyak hal tentang apa yang dipelajari anak-anak, dan langkah-langkah yang mungkin mereka lewati dalam perjalanan menuju kemampuan komunikatif orang dewasa.
            Akan tetapi kita masih mempunyai banyak pertanyaan yang tidak terjawab tentang bagaimana sebenarnya anak-anak memperoleh bahasa. Bagairnana cara mereka menentukan apa makna kata-kata atau bagaimana cara menghasilkan ujaran yang bersifat gramatika yang belum pernah mereka dengar atau yang diproduksi sebelumnya? Peneliti tidak mampu untuk sepakat, seperti mengapa anak-anak belajar bahasa: Apakah anak-anak belajar bahasa karena orang dewasa mengajarkannya kepada mereka? Atau karena mereka diprogramkan secara genetik untuk memperoleh bahasa? Apakah mereka belajar gramatika yang kompleks hanya karena hal itu ada di sana, atau apakah mereka belajar dalam rangka memenuhi beberapa kebutuhan untuk berkomunikasi dengan orang lain?
            Chomsky yang kutip oleh Subyakto-Nababan1 mengatakan bahwa setiap manusia mernpunyai apa yang dinamakan falcuties of the mind, yakni semacam kapling-kapling intelektual dalam benak atau otak mereka dan salah satunya dijatahkan untuk pemakaian dan pemerolehan bahasa. Seorang yang normal akan memperoleh bahasa ibu dalam waktu singkat. Hai ini bukan karena anak memperoleh rangsangan saja, lalu si anak mengadakan respon, tetapi karena setiap anak yang iahir telah dilengkapi dengan seperangkat peralatan yang memperoleh bahasa ibu. Alat ini disebut dengan Language Acquisition Device (LAD) atau lebih dikenal dengan nama piranti pemerolehan bahasa.
Seorang anak tidak perlu menghapal dan menirukan pola-pola kalimat agar mampu menguasai bahasa itu. Piranti pemeroiehan bahasa diperkuat oleh beberapa hal, yakni: (1). Pemerolehan bahasa anak mengikuti tahap-tahap sama;(2).Tidak ada hubungan pemerolehan bahasa anak dengan tingkat kecerdasan;(3). Pemerolehan bahasa tidak terpengaruh oleh emosi maupun motivasi; dan (4). Pada masa pemerolehan tata bahasa anak di seluruh dunia sama saja. Si anak akan mampu mengucapkan suatu kalimat yang belum pernah didengar sebelumnya dengan menerapkan kaidah-kaidah tata bahasa yang tidak sadar diketahuinya melalui dan kemudian dicamkan dalam hatinya.

B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, fokus penelitian ini adalah pemerolehan bahasa anak; usia 2,5 tahun dan pada tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis.
C. Rumusan Masalah
 Yang menjadi pertanyaan pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah pemerolehan bahasa anak usia 2,5 tahun?
2. Bagaimanakah pemerolehan bahasa anak usia 2,6tahun pada tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis?

D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemerolehan bahasa anak usia 2,5 tahun pada tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan sebagai salah satu bahan informasi dalam hal penelitian tentang pemerolehan bahasa anak, Selain itu, penelitian ini diharapkan pula sebagai bahan masukan bagi penelitian yang relevan, khususnya dalam hal pemerolehan bahasa anak usia di bawah 5 tahun.

II. ACUAN TEORITIK

A. Hakikat Pemerolehan Bahasa
            Krashen dalam Schutz (2006:12) mendefinisikan pemerolehan bahasa sebagai "the product of a subconscious process very similar to the process children undergo when they acquire their first language. Dengan kata lain pemerolehan bahasa adalah proses bagaimana seseorang dapat berbahasa atau proses anak-anak pada umumnya memperoleh bahasa pertama.
            Pemerolehan bahasa merupakan ambang sadar pemeroleh bahasa biasanya tidak sadar bahwa ia tengah memperoleh bahasa, tetapi hanya sadar akan kenyataan bahwa ia tengah menggunakan bahasa untuk komunikasi. Schutz menambahkan hasil dari pemerolehan bahasa yakni kompetensi yang diperoleh juga bersifat di ambang sadar. Si pemeroleh pada umurnya tidak sadar tentang kaidah bahasa yang diperolehnya.
            Menurut Sigel dan Cocking (2000:5) pemerolehan bahasa merupakan proses yang digunakan oleh anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis dengan ucapan orang tua sampai dapat memilih kaidah tata bahasa yang paling baik dan sederhana dari bahasa yang bersangkutan Pemerolehan bahasa umumnya berlangsung dilingkungan masyarakat bahasa target dengan sifal alami dan informal serta lebih merujuk pada tuntutan komunikasi. Berbeda dengan belajar bahasa yang berlangsung secara formal dan artifisial serta merujuk pada tuntutan pembelajaran (Ricardo Schutz, 2006:12)
            Pemerolehan bahasa dibedakan menjadi pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan bahasa kedua. Pemerolehan bahasa pertama terjadi jika anak belum pernah belajar bahasa apapun, lalu memperoleh bahasa. Pemerolehan ini bisa satu bahasa atau monolingual FLA (first language acquisition), bisa dua bahasa secara bersamaan atau berurutan (bilingual FLA). Bahkan bisa lebih dari, dua bahasa (multilingual FLA). Sedangkan pemerolehan bahasa kedua terjadi jika seseorang memperoleh bahasa setelah menguasai bahasa pertama atau merupakan proses seseorang mengembangkan keterampilan dalam bahasa kedua atau bahasa asing.
            Menurut Vygotsky pemerolehan bahasa pertama diperoleh dari interaksi anak dengan lingkungannya, Walaupun anak sudah memiliki potensi dasar atau piranti pemerolehan bahasa yang oleh Chomsky disebut language acquisition device (LAD), potensi itu akan berkembang secara maksimal setelah mendapat stimulus dari lingkungan.
            Menurut Krashen dalam Thomas7 ada lima hipotesis yang dikernukakan Krashen terutama bertahan dengan pemerolehan bahasa kedua, yaitu; (1). the Acquisition-Learning hypothesis (hipotesis pemerolehan-pembelajaran), (2). the Natural Order hypothesis (hipotesis urutan alamiah),(3). the Monitor hypothesis (hipotesis pemantau),(4) the Input hypothesis (hipotesis masukan), dan (5) the Affective Filter hypothesis (hipotesis saringan afektif).
            Hipotesis urutan alamiah menyatakan bahwa kita memperoleh kaidah bahasa dengan urutan yang dapat diperkirakan. Kaidah tertentu cenderung muncul lebih dini daripada kaidah lainnya dalam pemerolehan bahasa itu. Berbagai studi yang dilaporkan oleh Krashen memperkuat hipotesis ini. Anak-anak yang memperoleh bahasa Inggris sebagai bahasa kedua menunjukkan urutan alamiah bagi morfem gramatikal yang diperolehnya dengan tanpa dipengamhi oleh bahasa pertarnanya yang berbeda. Urutan pemerolehan bahasa kedua berbeda dari urutan bahasa pertamanya, tetapi kelompok pemeroleh bahasa kedua yang berbeda bahasa pertarnanya menunjukkan keserupaan yang berarti. Urutan alamiah ini juga terlihat pada orang dewasa.
            Hipotesis pemantau mengetengahkan bahwa pemerolehan dan pembelajaran digunakan dengan cara yang spesifik. Biasanya pemerolehan memprakarsai tuturan kita dan bertanggung jawab atas kefasihan kita. Adapun pembelajaran hanya mempunyai satu fungsi saja, yaitu sobagai pemantau atau penyunting. Pembelajaran hanya memainkan peran untuk mengubah bentuk tuturan kita, setelah diproduksi oleh sistem yang terperoleh. Ini dapat terjadi sebelum atau sesudah berbicara atau menulis. Hipotesis ini menyiratkan bahwa kaidah formal atau pembelajaran sadar, hanya memainkan peranan yang terbatas dalam performansi bahasa kedua.
            Hipotesis masukan menyatakan bahwa manusia itu memperoleh bahase hanya dengan satu cara yaitu dengan memahami pesan atau menerima masukan yang dipahami. Hipotesis masukan ini bertahan dengan pemerolehan bukan dengan pembelajaran. Dinyatakan bahwa kita memperoleh dengan memahami bahasa yang berisi struktur sed'kit melintasi tingkat kompetensi yang ada. Hal ini terbantu dengan konteks informasi yang bersifai ekstra linguistik. Hipotesis ini sejalan dengan apa yang dikenal dengan tuturan penjaga (caretaker speech), yaitu modifikasi yang dilakukan oleh orang tua atau orang dewasa lainnya manakala berbicara dengan anak-anak. Tuturan penjaga itu dimodifikasi untuk membantu pemahaman. Dalam hal pemerolehan bahasa kedua atau asing ada juga yang biasa dikenal dengan tuturan asing. Tuturan asing ini biasanya diperoleh oleh penutur asli manakala berbicara dengan orang yang mempunyai kompetensi berbahasa kurang. Secrang anak yang diterjunkan dalam lingkungan alamiah untuk memperoieh bahasa kedua dapat hanya sedikit sekaii berbicara selama beberapa bulan sejak pajanan pertamanya dengan bahasa kedua itu. Penggunaan kaidah bahasa pertama dalam pemerolehan bahasa kedua juga menopang hipotesis masukan ini.
            Hipotesis saringan afektif bertahan dengan perlunya keterbukaan dalam pemeroleban bahasa. Si pemeroleh perlu terbuka terhadap masukan itu. Saringan afektif akan menghambat si pemeroleh bahasa dalam memanfaatkan masukannya. Apabila saringan itu jalan, si pemeroleh mungkin saja memahami apa yang dipersepsinya tetapi masukan itu tidak akan mencapai alat pemerolehan bahasa. Hal ini terjadi manakala sipemeroleh tidak termotivasi, kekurangan kepercayaan diri. atau merasa risih terhadap lingkungannya. 
            Chomsky dalam Ricardo Shutz (2006:1) tampaknya serasi dalam hal hakikat dasar masalah bahasa. Dalam analisis tentang pemerolehan bahasa, ia berpendapat bahwa misteri perbuatan belajar berasal dari dua fakta utama tentang penggunaan bahasa, yakni bahasa itu taat asas dan kreatif.8 Lanjut Chomsky, penutur yang mengetahui konstituen dan pola gramatikal dapat menuturkannya kendati belum mendengarnya, begitu juga pengamat tidak dapat berharap mampu membuat daftar konstituen, dan pola gramatikal itu karena kemungkinan kombinasmya itu tak terbatas.
            Menurut Bloomfield, tata bahasa merupakan pernerian analog yang sesuai dengan suatu bahasa, dan belajar adalah seperangkat pfosedur penemuan yang dengan cara itu seorang anak membentuk analogi-analogi. Pemerolehan bahasa berproses tanpa kompetensi tentang aturan-aturan bahasa, tetapi lebih memperhatikan pesan-atau makna yang dipahami. Berbeda dengan belajar bahasa membutuhkan kompetensi bahasa sebagai modal bagi penggunaan bahasa yang dipelajari.
            Anak dalam memperoleh bahasa pertama bervariasi, ada yang lambat, sedang, bahkan ada yang cepat. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti berikut ini:
a. Faktor Alamiah.
Yang dimaksudkan di sini adalah setiap anak lahir dengan seperangkat prosedur dan aturan bahasa yang dinamakan oleh Chomsky Language Acquisition Divice (LAD). Potensi dasar itu akan berkembang secara maksimal setelah mendapat stimulus dari lingkungan. Proses perolehan melalui piranti ini sifatnya alamiah. Karena sifatnya alamiah, maka kendatipun anak tidak dirangsang untuk mendapatkan bahasa, anak tersebut akan n.ampu menerima apa yang terjadi disekitarnya. Slobin rnengatakan bahwa yang dibawa lahir ini bukanlah pengetahuan seperangkat kategori linguistik yang semesta, seperti dikatakan oleh Chomsky. Prosedur-prosedur dan aturan-aturan yang dibawa sejak lahir itulah yang memungkinkan seorang anak untuk mengolah data linguistik.

b. Faktor Perkembangan Kognitif.
Perkembangan bahasa seseorang seinng dengan perkembangan kognitifnya.
Keduanya memiiiki hubungan yang komplementer. Pemerolehan bahasa dalam prosesnya dibantu oleh perkembangan kognitif, sebaliknya kemampuan kognitif akan berkembang dengan bantuan bahasa. Keduanya berkembang dalam lingkup interaksi sosial. Piaget dalam Brainerd seperti dikutip Ginn mengartikan kognitif sebagai sesuatu yang berkaitan dengan pengenalan berdasarkan intelektual dan merupakan sarana pengungkapan pikiran, ide, dan gagasan11. Termasuk, kegiatan kognitif; aktivitas mental, mengingat, memberi sirnbol, mengkategorikan atau mengelompokkan, memecahkan masalah, menciptakan, dan berimajinasi. Hubungannnya dengan rnempelajari bahasa, kognitif memiliki keterkaitan dengan pemerolehan bahasa seseorang. Menurut Lenneberg, dalam usia dua tahun (kematangan kognitif) hingga usia pubertas, otak manusia itu mssih sangat lentur yang memungkinkan seorang anak untuk memperoleh bahasa, pertama dengan mudah dan cepat. Lanjut Lenneberg, perolehan bahasa secara alamiah sesudah pubertas akan terharnbat oleh selesainya fungsi-fungsi otak tertentu, khususnya fungsi verbal di bagian otak sebelah kiri12. Piaget memandang anak dan akalnya sebagai agen yang aktif dan konstruktif yang secara perlahan-lahan maju dalam kegiatan usaha sendiri yang terus menerus. Anak-anak sewaktu -bergerak menjadi dewasa memperoleh tingkat pemikiran yang secara kualitatif berbeda, yaitu menjadi meningkat lebih kuat.
            Piaget berpendapat bahwa kemampuan merepresentasikan pengetahuan itu adalah proses konstruktif yang mensyaratkan serangkaian langkah perbuatan yang lama terhadap lingkungan. Menurut Slobin, perkembangan umum kognitif dan mental anak adalah faktor penentu pemerolehan bahasa. Seorang anak belajar atau memperoleh bahasa pertama dengan mengenal dan mengetahui cukup banyak struktur dan fungsi bahasa, dan secara aktif ia berusaha untuk mengembangkan batas-batas pengetahuannya mengenai dunia sekelilirignya, serta mengembangkan keterampilan-keterampiian berbahasanya menurut strategi-strategi persepsi yang dipunyainya. Lanjut Slobin, perolehan linguistik anak sudah diselesaikannya pada usia kira-kira 3-4 tahun, dan perkembangan bahasa selanjutnya dapat mencerminkan pertumbuhan kognitif umum anak itu.


c. Faktor Latar Belakang Sosial.
Mencakup struktur keluarga, afiliasi kelompok sosial, dan lingkungan budaya memungkinkan terjadi perbedaan serius dalam pemerolehan bahasa anak. Semakin tinggi tingkat interaksi sosial sebuah keluarga, semakin besar peluang anggota keluarga (anak) memperoleh bahasa. Sebaliknya semakin rendah tingkaf interaksi sosial sebuah keluarga,
semakin kecil pula peluang anggota keluarga (anak) memperoleh bahasa. Hal lain yang turut berpengaruh adalah status sosiai. Anak yang berasal dari golongan status sosiai ekonomi rendah rnenunjukkan perkembangan yang lamban dalam pemerolehan bahasa. Perbedaan dalam pemerolehan bahasa rnenunjukkan bahwa kelompoK menengah lebih dapat mengeksplorasi dan menggunakan bahasa yang eksplisit dibandingkan dengan anak-anak golongan bawah, terutama pada dialek mereka. Kemampuan anak berinteraksi dengan orang lain dengan cara yang dapat dipahami penting intinya untuk menjadi anggota kelompok. Anak yang mampu berkomunikasi dengan baik akan diterima lebih baik oleh kelompok sosiai dan mempunyai ke- sempatan yang lebih baik untuk memerankan kepemimpinannya ketimbang anak yang kurang mampu berkomunikasi atau takut menggunakannya.

d. Faktor Keturunan, meliputi:
1. Jenis kelamin. Jenis kelamin turut mempengaruhi perolehan bahasa anak. Biasanya anak perempuan lebih superior daripada anak laki-laki. Meskipun dalam berbagai studi ilmiah perbedaan mendasar mengenai hal itu belum sepenuhnya dapat dijelaskan oleh para ahli.
2. Intelegensi. Perolehan bahasa anak turut juga dipengaruhi oleh intelegensi yang dimiliki anak. Ini berkaitan dengan kapasitas yang dimiliki anak dalam mencerna sesuatu melalui pikirannya. Setiap anak memiliki struktur otak yang mencakup IQ yang berbeda antara satu dengan yang lain. Semakin tinggi
IQ seseorang, semakin cepat memperoleh bahasa, sebaliknya semakin rendah IQ-nya, semakin lambat memperoleh bahasa.
3. Kepribadian dan Gaya/Cara Pemerolehan. Kreativitas seseorang dalarn meresponi sesuatu sangat menentukan perolehan bahasa, daya bertutur dan bertingkah laku yang menjadi kepribadian seseorang turut mempengaruhi sedikit banyaknya variasi-variasi tutur bahasa. 
            Seorang anak tidak dengan tiba-tiba memiliki tata bahasa pertama dalam otaknya, lengkap dengan semua aturan-aturannya. Bahasa pertama itu diperolehnya denganbeberapa tahap, dan setiap tahap berikutnya lebih mendekati tata bahasa dari bahasa orang dewasa.
            Menurut Piaget seperti dikutip Ginn, mengklasifikasi perkembangan bahasa ke dalam tujuh tahapan15, yaitu. (a) Tahap Meraban (Pralinguistik 0,0-0,5) Pertama, (b) Tahap Meraba (Pralinguistik 0,5-1,0) Kedua: Kata Nomsens, (c) tahap Liguistik I Holoprastik; Kalimat satu Kaia (1,0-2,0), (d) Tahap Linguistik II Kalimat Dua Kata (2,0-3,0), (e) Tahap Linguistik III. Pengembangan Tata Bahasa (3,0-4,0), (f) Tahap Linguistik IV Tata Bahasa Pra-Dewasa (4,0-5,0) dan (g) Tahap Linguistik V Kompetensi Penuh (5,0-)
            Pada tahap pralinguistik pertama anak belum dapat menghasilkan bunyi secara normal, pada tahap pralinguistik yang kedua anak sudah dapat mengoceh atau membabel dengan pola suku kata yang diulang-ulang. Bahkan menjelang usia 1 tahun anak sudah mulai mengeluarkan pola intonasi dan bunyi-bunyi tiruan. Pada tahap linguistik I anak sudah mulai menggunakan serangkaian bunyi ujaran yang menghasiikan bunyi ujaran tunggal yang bermakna. Pada tahap linguistik II kosa-kata anak mulai berkembang dengan pesat, ujaran yang diucapkan terdiri atas dua kata dan mengandung satu konsep kalimat yang lengkap. Pada tahap linguistik III anak mampu menggunakan lebih dari dua kata, kalimat yang diungkapkan biasanya menyatakan makna khusus yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Pada tahap linguistik IV anak sudah mampu menyusun kalimat yang cukup lengkap meskipun masih ada kekurangan pada penggunaan infeksi dan kata fungsi. Dan pada tahap linguistik yang terakhir anak sudah memiliki kompetensi penuh dalam berbahasa.
            Vygotsky seperti ditulis Schutz16 mengemukakan urutan perkembangan pemerolehan bahasa ke dalam tipe-tipe ujaran , sebagai berikut:
1.      Ujaran luas (sosialisasi). yang dimaksud adalah ujaran yang disesuaikan dengan perilaku seseorang yang diajak bicara. Hal ini terjadi apabila anak mampu mengubah perspektif mental mereka dan mampu memandang situasi dari sudut pandang orang lain ketimbang dari sudut pandang mereka sendiri. Kemudian mereka mampu berkomunikasi dan melibatkan diri dalam pertukaran ide. Karena pertanyaan meminta perhatian yang lebih banyak ketimbang pernyataan, kebanyakah ujaran yang berpusat pada orang lain (ujaran luar) pada awalnya mengambil bentuk pengajuan pertanyaan.
2.      Ujaran Fribadi (Elgosentris). Dalam konteks ini, anak berbicara bagi kesenangan dirinya atau karena kesenangan yang berhubungan dengan seseorang yang kebetulan bersamanya. Mereka tidak berusaha untuk bertukar ide atau memperhatikan pendapat seseorang. Nilai utamanya dalam perkembangan bicara adalah membantu anak memperoleh kemampuan berbicara dan mengetahui bagaimana reaksi orang lain terhadap apa yang mereka katakan.
Tahap ini terdiri:
Tahap 1 : Bahasa prasosial yang menstimulasi diri sendiri
Tahap II : Ujaran pribadi yang mengarah ke luar
TahapIII : Ujaran pribadi yang mengarah ke diri sendiri
Tahap IV : Manifestasi-manifestasi eksternal ujaran dalam
Tahap V : Ujaran dalam hati atau pikiran
3.      Ujaran Dalam. Anak dalam hal ini hanya memfokuskan pada sikap mental individunya dalam mengolah bentuk-bentuk ujaran yang dikehendakinya.
Urutan perkembangan pemerolehan bahasa menurut Lindfors seperti dikutip sebuah sumber dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap, yaitu:

1. Perkembangan Prasekolah    
Tahap Pralinguisfik (0,0-0,6 bulan) ditandai dengnn adanya bunyi-bunyi, seperti tangisan, rengekan, dan lam-lain yang merupahan respon utama bagi rangsangan lapar, sakit, senang dan sebagainya

Tahap Linguistik
a. Tahap Pengocehan (babbling stage) (0,6-1,0) Dalam tahap ini anak itu mengucapkan sejumlah besar bunyi-ujar yang sebagian besar tidak bermakna, dan sebagian kecil menyerupai kata atau penggal kata yang bermakna hanya karena kebetulan saja.
b. Tahap satu kata satu frase/kalimat (hoiophrastic stage) (1,0-2,0) Pada usia ini, anak itu sudah mengerti bahwa bunyi-ujar itu berkaitan dengan makna dan mulai mengucapkan kata-kata yang petama. Tahap ini boleh dinamakan "satu kata sama dengan satu frase atau kalimat", yang berarti bahwa satu kata yang diucapkan anak itu merupakan satu konsep yang lengkap.  
c. Tahap dua kata satu frase (kombinatori permulaan) (2,0-3,0) Dalam tahap ini anak itu menggunakan rangkaian dari ucaparf satu kala dengan intonasi seakan-akan ada dua ucapan, Contoh Ani/mam, yang artinya Ani minta makan".
d. Tahap menyerupai telegraf (telepraf speech) (3,0-4,0) Pada tahap ini anak sudah mampu menggunakan lebih dari dua kata, bisa tiga, empat, bahkan lebih. Hubungan gramatikal sudah mulai tampak dengan jelas, tetapi topik pembicaraan masih seputar dirinya dan terjadi pada saat itu.
2. Perkembangan Kombinatori
a. Perkembangan "negatif; anak mulai mengatakari sesuatu yang bersifat non eksistensi, penolakan dan penyangkalan dengan menggunakan kata "tidak, bukan, dan jangan".
b. Perkembangan interogatif: anak mulai sering mengajukan pertanyaan untuk meminta informasi atau keterangan mengenai suatu hal yang memuaskan rasa ingin tahunya.
c. Perkembangan penggabu'ngan kalimat; anak sudah mampu menggabungkan beberapa proposisi sebuah kalimat lengkap.

3. Perkembangan Masa Sekolah
a. Pemerolehan struktur bahasa. Pada masa irii pertumbuhan semantik dan sihtaksis anak akan berkembang kSrena pengalamannya semakin banyak dan semakin luas, dan sekolah memiliki peranan yang sangat penting.
b. Pemakaian bahasa untuk berbagai situasi. Pada tahap ini anak mempelajari struktur dan fungsi bahasa secara bersamaan, sehingga dia dapat memilih penggunaan bahasa sesuai dengan situasi dan kondisi.
c. Kesadaran metalinguistik. Pada tahap in: mulai tumbuh kemampuan untuk memikirkan, mempertimbangkan, dan berbicara mengenai hahasa sebagai "sandi resmi" (formal code) yang berbeda antara satu anak dengan anak lain.
            Menurut Lenneberg18 selama sepuluh atau sebelas tahun di dalam masa pemerolehan bahasa, perkembangan bahasa pada diri anak mengalami tahapan-tahapan tertentu. Tahap perkembangan bahasa itu ke dalam mintakat-mintakat (zones) sebagai berikut:
Tingkat Usia Normal
Usia 5 tahun    : LANGUAGE FULLY ESTABHSHED
                               (bahasa sepenuhnya terbentuk)
Usia 4 tahun    : ZONE 3-OCCASIONAL GRAMMAR MISTAKE
                               (mintakat ke-3 kesalahan tata bahasa di sana sini)
iUsia 3 tahun   : ZONE 2-FROM PHRASES TO SENTENCES
                                (mintakat ke-2 dari frase ke kalimat)
Usia 2 tahun    : ZONE1-SINGLEWORDSONLY
                                    (mintakat ke-1 kata-kata tunggal saja)
Usia 0-1 tahun             : NO LANGUAGE
                            (belum ada bahasa)
            Lenneberg menjelaskan bahwa "bahasa sepenuhnya terbentuk" pada saat anak usia lima tahun berkenaan dengan penguasaan bahasa yang sudah bebas dari kesalahan-kesalahan bentuk yang mendasar (pada peringkat morfologi). Sementara masa antara tiga sampai sepuluh tahun merupakan masa penyempumaan kekurangan-kekurangan di dalam tata bahasa dan masa pemerluasan kosa kata.
            Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemerolehan bahasa adalah proses memperoleh bahasa yang merupakan aktivitas ambang sadar, dan berlangsung di lingkungan masyarakat bahasa target dengan sifat alami dan informal serta lebih merujuk pada tuntutan komunikasi.
            Perkembangan pemerolehan bahasa seseorang dipengaruhi oleh faktor alamiah, perkembangan kognitif, latar belakang sosial budaya, dan faktor keturunan. Pemerolehan bahasa dalam prosesnya dibantu oleh perkembangan kognitif, sebaliknya kemampuan kognitif akan berkembang dengan bantuan bahasa. Keduanya berkembang dalam lingkup interaksi sosial.
Pada dasarnya setiap anak akan melalui tahap-tahap atau urutan yang sama dalam proses pemerolehan bahasa. Anak-anak akan berkembang secara alami sehingga sampai pada kompetensi penuh sesuai dengan perkembsngan biologis dan neurologisnya, Penguasaan unsur tertentu; akan diperoleh terlebih dahulu, baru kemudian diikuti unsur yang lain. Meskipun demikian, pada perkembangan secara individual mungkin saja ada beberapa perbedaan antara anak yang satu dengan anak yang lain karena adanya faktor-faktor lain (lingkungan) yang ikut mengintervensi.


B. Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan
            Dalam kaitannya dengan pemerolehan bahasa pada anak usia dini sangat erat kaitannya dengan aliran bunyi bahasa, yang bunyi tersebut bercampur satu dengan yang lain. Secara auditoris bahasa merupakan rangkaian bunyi bermakna yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bunyi-bunyi bahasa terangkai secara sistematis dan sistemis membentuk ujaran ujaran yang bermakna sehingga menjadi tanda bahasa yang diepakati. Kesepakatan social terhadap bahasa ini menyangkut tanda-tanda bahasa secara utuh, termasuk didalamnya bagaimana realisasi pengujaran segmen-segmen bunyi itu. Eko Mulyono, telah mengevaluasi bahwa fonetik dan fonologi berada dalam satu subsistem bahasa.
            Dengan kata lain, fonetik bertitik tolak pada bahasa manusia yang meneliti produksi, pengaruh langsung, dan persepsi bahasa. Sehubungan dengan itu, dalam penelitian ini penulis menelaah Pemerolehan Bahasa Anak Umur 2.6 Tahun.




















III. METODOLOGI PENELITIAN

1. Tujuan Khusus Penelitian
            Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan sistem Pemerolehan Bahasa Anak Umur dari usia 2 tahun 3 bulan sampai usia 2 tahun 6     bulan, khususnya yang mencakup Fonologi, Morfologi, dan Sintaksis. Melalui            kajian ini akan diketahui pemerolehan bahasa dari segi fonologi, segi morfologi,     segi sintaksis yang sudah dapat lafalkan dan belum dapat diucapkan oleh Roza.

2. Metode Penelitian
             Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Melalui metode kualitatif ini akan dideskripsikan       sistem fonetik Roza pada usia 2 tahun 3 bulan sampai usia 2 tahun 6 bulan

 3. Desain Penelitian
             Desain penelitian yang digunakan adalah longitudinal, yaitu dengan cara mengikuti perkembangan bunyi fonem Roza dari suatu titik tertentu (2 tahun,3          bulan) sampai ketitik waktu yang lain yaitu (2 tahun, 6 bulan).
4. Sabjek Penelitian
            Sabjek penelitian ini adalah anak adik penulis yang bernama Rozatul Jannah pada usia 2 tahun 3 bulan sampai dengan usia 2 tahun 6 bulan
5. Latar Penelitian
            Penelitian ini dilakukan di Jalan Pemuda I No. 2 RT 10/RW 01 Rawamangun Jakarta Timur.Tempat tersebut merupakan rumah tempat tinggal Roza.         Pengumpulan data      dilakukan selama 3 bulan, yaitu bulan Maret, April, Mei dan             awal Juni 2008, sedangkan pengolahan dan penganalisisan data, serta penulisan     laporan penelitian dilakukan selama satu bulan Juni 2008.
6. Data dan Sumber Data Penelitian
            Data penelitian ini berupa data kebahasaan lisan yang direkam (spoken teks). Data ini berbentuk wacana interaksional. Wujud data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah wujud verbal atau bentuk bahasa yang digunakan dalam peristiwa tutur di    rumah adik penulis. Data-data tersebut diperoleh dari kegiatan, percakapan formal antara subjek penelitian dan penulis sendiri yang direkam dengan tape recorder dan           dilengkapi dengan catatan lapangan.
E. Prosedur Pengumpulan dan Perekam Data
            Pemerolehan data tidak melalui perlakuan (eksperimen). Subjek penelitian sebagai sumber data dibiarkan bercakap-cakap secara alamiah. Percakapan alamiah itu diharapkan memunculkan data yang bersifat alamiah. Data alamiah menjadi ciri khas penelitian ini. Daia dalam penelitian sederhana ini diperoleh melalui teknik perekamar, dan pencatatan. Perekaman dilakukan pada saat terjadi komunikasi        antar keluarga. Instrumen yang digunakan dalam penelitian sederhana ini kecuali          peneliti sendiri, juga digunakan tape recorder untuk merekam selama terjadinya             proses komunikasi, dan alat pencatat yang digunakan setelah perekaman     berlangsung.

G. Analisis Data
            Data secara keseluruhan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis daskriptif kualitatif. Langkah yang dilakukan adalah data yang berupa rekaman ditranskripsikan ke dalam bentuk tulisan

G. Pemeriksaan Keabsahan data
            Pengujian keabsahan data ini dilakukan teknik kredibilitas. Langkah kridibilitas ini ditempuh hanya dengan langkah triangulasi. Menurut Burns bahwa "triangulation is away of arguing that if different methods of investigation produce the same result             then the data are likely to be valid". Untuk itu dalam penelitian, triangulasi        dilakukan dengan cara, triangulasi data, situasional, dan metode pengumpulan data.          Triangulasi data dilakukan dengan cara mengambil data dari berbagai suasana, waktu dan tempatnya. Triangulasi situasional diiakukan dengan cara mengamati      subjek yang sama dalam berbagai situasi, dan triangulasi metode pengumpulan data     yaitu menggunakan beberapa alat atau instrumen agar data yang terkumpul lebih    akurat Hal ini ditempuh dengan menggunakan perekaman, pencatatan, dan    pedornan wawancara. Melakukan peer debriefing, yaitu dilakukan dengan cara            membicarakan dengan pakar danahlinya di bidang yang diteliti, baik segi    metodologi maupun segi keilmuan pada masalah yang diteliti.
               

IV. PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA

A. Pemerolehan Fonologi
            Fonologi sebagai salah satu aspek dalam linguistik mempelajari tentang fonem. Bunyi-bunyi yang diucapkan oleh Erisa sejak umur 2,3 akan dilihat sebagai bagain dari pemerolehan bahasa, Definisi yang umum tentang fonem dikemukakan oleh       Lyons adalah dua bunyi yang secara fonetis berbeda dalam lingkungan yang sama,             yang berpengaruh untuk membedakan kata-kata yang berlainan. Misalnya [I] dan   [r] adalah fonem-fonem yang berbeda dalam bahasa Inggris karena membedakan pasangan kata-kata Misalnya: kata light dan right, lot dan rot dan sebagainya.     Dalam bahasa Indonesia dapat juga buku dan kuku, dan sebagainya. Pada 'jmur 2 tahun sampai dengan 2,5 tahun Erisa telah banyak memperoleh dan meproduksi berbagai fonem yang dapat membedakan arti kata-kata yang diucapkannya. Hanya saja dalam mengungkapkan kata-kata ini pada umur 2,3 tahun, kemampuan fonologi Erisa baru pada bunyi-bunyi vokal seperti /r/, /p/, pada kata /mama/ dan /bapa/. Kata-kata ini sering sekali diucapkan oleh Erisa. Kata-kata ini diucapkan dalam situasi apa saja misalnya ketika Hendak makan, tidur dan menangis yang kesemuanya ini secara spontan diucapkan. Fonem /p/ muncul sekali-sekali dan tidak sesering munculnva fonem Iml. Bunyi vokal lain seperti /u/ dan l\l atau bunyi lot dan /e/ kadang-kadang secara spontan, misalnya kedegaran /ue/ yang artinya /kue/ atau /men/ dalam kata /permen/, fonem l\l dalam kata /iki/ yang artinya ciki (sejenis makanan kecil yang banyak digemari oleh anak-anak). Demikian pula bunyi /u/ pada kata /uyung/ yang artinya burung, nan /a/ pada kata v /ambing/ yang artinya kambing, bunyi lot pada kata /odok/ yang artinya kodok. Di samping bunyi-bunyi tersebut di atas, pada perkembangannya Erisa sering juga mengeluarkan bunyi yang lain sebagai pemerolehan dan produksi tambahan dari bunyi-bunyi pada kata-kata sebelumnya. Produksi bunyi-bunyi ini tampak pada kata-kata seperti berikut ini: /r)/: uyung artinya burung lot: onyet artinya monyet /A/: Ambu artinya jambu i\l: isang artinya pisang lei. eyuk artinya jeruk Dalam urr.ur 2,5 tahun, bunyi vokal yang diperoleh dan dipakai secara konsisten bertambah banyak seperti terlihat pada gambar berikut: Gambar V.Fonem Vokal umur 2 tahun Depan memperhatikan pengucapan vokal-vokal seperti pada gambar di atas, dapat dikatakan bahwa Erisa pada umur 2,5 tahun hampir dapat mengucapkan semua vokal tersebut, dan ini dapat dilihat pada kata-kata yar.g diproduksinya sebagai berikut: 101: odok: artinya kodok IN: ambing artinya kambing lal: ayam artinya ayam /a/: ambu artinya jambu l\l: itan artinya ikan /a/: angga artinya mangga 101: opi artinya topi lei: ebo artinya kerbau l\l: ikus artinya tikus /u/: ubi artinya ubi lei: embang artirya kembang /u/: upu-upu artinya kupu-kupu /d/: des artinya pedas. Di samping bunyi vokal yang telah dikuasainya, pada umur 2,5 tahun, Erisa juga dapat menghasilkan berbagai konsonan seperti pada gambar berikut:
Titik
Artikulasi
Bilabial
Alveolar
Alveolar
Palatal
Velar
Glptal
Hambat
P
b
t
d

k
9
?
Frikatif
~AfiTkaT~ "  


s

h
Nasal
m
n

o

Getar


1


Lateral



Semivokal
w
y



_______!


Gambar 3. Foriem Konsonan Umur 2,5 tahun Pada gambar pemerolehan konsonan seperti di atas, Erisa telah dapat mengucapkan konsonan seperti          konsonan         bilabial dan alveolar: konsonan /p/ dan /t/       mendahului konsonan lainnya.       Konsonan velar /k/ dan Igl      belum pernah terdengar kecuali /k/ pada akhir,          misalnya1 pada    kata 'abang elek' (abang jelek) dan pada kata 'jeyuk1 (jeruk),            naik,    pepek (bebek).
Pada awal kata, konsonan /k/"tidak terdengar, tetapi pada tengah kata juga terdengar seperti pada kata \k\ (ciki= sejenis makanan kecil). Sementara itu konsonan /p/ sering sekali terdengar. Misalriya pada kata pait (pahit),             konsonan Id pada kata fayi (tali), faka (tanygs), konsonan Ibl pada kata bec\           (besi), bell (beli), konsonan /m/ pada kata ayam (ayam), main (bennain), konsonan /n/ pada kata tepon (telpon), naik (naik), konsonan /D/ pada kata     ambing (kambing), buyung (burung), konsonan /g/ pada kata aget (kaget),   konsonan I si pada utis (pensil), tuyis (tulis), konsonan /I/ pada kata be/i (membeli), /agi, konsonan /g/ pada kata guya (gula), konsonan lyl paling sering   sering diucapkannya misalnya: ayam (ayam), guya (gula), beying (beling),   bayon (balon), buyung (burung), tetapi konsonan /w/ hampir tidak        kedengaran.     Bunyi-bunyi konsonan yang lain sering muncul banyak yang             diganti dengan            konsonan lain dalam ucapannya. Seperti contoh di atas tadi,            konsonan /I/             pada kata tulis diganti dengan konsonan lyl menjadi tuyis.   Demikian pula             konsonan /b/ pada kata bebek diganti dengan konsonan /p/    menjadi pepek. Di       samping konsonan-konsonan tersebut di atas, nampaknya      pada umur 2,5 tanun   atau lebih seperti umur Erisa belum bisa mengungkapkan      konsonan /r/. Ini             narnpak dengan adanya pergantian konsonan tersebut          dengan konsonan-       konsonan lain seperti pada kata burung diganti dengan buyung, /an diganti dengan       kata /ay/, dan sebagainya.   

B. Pemerolehan Morfologi
            Kebanyakan kata yang diucapkan oleh Erisa pada uinur 2,5 tahun adalah kala-kata monomorfemik misalnya: /uit/: duit /men/: permen /atu/: Satu /egang/: pegang /ue/: kue /ate/: sate /ukan/: bukan /uju': tujuh /ndok/: sendok Kata-kata yang diucapkan seperti tersebut di atas hanya satu kata yang monomorfemik, dan belum nampak sama sekali mcrfem yang dapat membedakan arti kata-kata tersebut. Kata-kata tersebut lazim hanya berdiri sendiri dan dalam morfologi kata-kata seperti itu dinamakan morfem bebas. Di samping morfem bebas yang muncul dalam ucapan Erisa ada juga morfern terikat yang sebenarnya masih sulit dibedakan dalam setiap ucapannya tanpa memperhatikan konteks dan situasi ketika kata itu diucapkan.
            Walaupun jarang terdengar morfem terikat yang diucapkan Erisa, namun tidak berarti balnva semua kata-kata yang diucapkannya tidak dapat membedakan arti. Ada beberapa kata yang diucapkan Erisa yang sebenarnya sudah termasuk ketagori morfem terikat, misalnva: Bayu Bapa ——Baju Bapak  Erisa —- Batu Erisa Apung ———capung Ayung —•— payung For.em /y/ pada ucapan bayu (baju) dan batu sebenarnya dapat dikategoriKan morfem terikat. Ketika Erisa menginjak umur 2,5 lebih, kata-kata yang diucapkannya lebih banyak kata-kata yang hampir bisa dikatakan dalam konteks makna kalimat, dan Erisa sudah bisa mengucapkan kata-kata lebih dari satu suku kata. Misalnya: Atu lagi Mam nasi Buyung eyang Ikan upa-upa Beli iki Beli oklat Beli bayon satu lagi •< makan nasi burung elang ikan lumba-lumba beli ciki beli coklat. beli balon Baju Bapa baju Bapak Nggak mau tidak.mau Aget Erisa Erisa kaget Ungkapan kata-kata tersebut sering juga diselingi berbagai monomorCemik seperti pada contoh tersebut di atas. Di samping sefingan kata-ksta monomorfemik tersebut, Erisa juga sudah mampu mengucapkan prefiks /di/ misalnya: Dianbil abang kue Erisa = kue Erisa diambil abang (kakaknva) Dimakan ayam ma = kuenya dimakan ayam Odok dibuang ono = kodok dibuang di sana. 
            Kata-kata diucapkan bersamaan dengan prefiks maslh sering dibalik atau tidak diurutkan. Dengan memperhatikan klausa atau rangkaian kata-kata yang diucapkannya, ini menunjukan bahwa Erisa sudah mampu menyusun kalimat secara teratur menurut tingkat makna sesuai dengan konteks di mana dan kapan ungkapan itu diucapkan. Pada umur 2,5 tahun Erisa nampaknya sudah mampu mengucapkan sufiks pada kata-kata tertentu. Misalnya" Ketika ibunya menutup kembali lemari buku yang dibukanya, Erisa mengucapkan : Ma, buka;V> kuncinya = buka kunci lemari Mama Itu kan susu ivisa = itu susu I'lisa kan Pengertian pada kata 'bukain' sebenarnya Erisa sudah mampu mengungkapkan sufiks walaupun kata In di sini hanyalah dipengaruhi oleh bahasa Jakarta. Bagi orang dewasa, kata itu bisa diungkapkan dengan kata bukakan, tetapi orang Jakarta dewasa pun mengucapkan kata itu tetap bukain, karena memang sufiks in dalam bahasa Jakarta sudah merupakan sufik yang disisipkan pada setiap kata yang ingin ditekankannya. Di samping itu pengaruh sufik in tadi adaiah menandakan bahwa bahasa Erisa banyak dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Sementara kata 'kan' pada kalimat itu kan susu Erisati menunjukan bahwa Erisa sebenarnya mampu mengungkapkan kata-kata seru, walaupun ungkapan itu hanya secara spontan saja.

C. Pemerolehan Sintaksis
            Analisis pemerolehan bahasa Erisa mencakup bagaimana perkembangan bahasa yang diprpduksi termasuk kalimat. Kalimat yang dihasilkannya masih sangat sederhana, dan memerlukan satu pemahaman yang kadang-kadang sulit dimengerti. Kalimat-kalimat yang diproduksinya masih banyak yang tidak lengkap dan kadang-kadang terpotong-potong dan ditambah lagi dengan ucapan fonemnya yang belum sempurna. Namun dari hasil pemerolehan bahasanya masih dapat dimengerti. Dalam pernbahasan tentang kalimat-kalimat yang dihasilkan oleh Erisa akan terlihat mulai dari ujaran dua kata, tiga kata dan juga multi kata.

1. Kalimat Deklaratif
            Memasuki umur 2,6 tahun, Erisa sebenarnya sudah banyak mengungkapkan kalimat-kalimat sederhana yang dapat mengapdung makna lengkap. Untuk mengetahui bagaimana bentuk kalimat deklaratif yang diungkapkan oleh Erisa, bentuk percakapan berikut ini dapat memberikan gambaran kalimat-kalimat tersebut. ; Erisa : Mama. Erisa mau mam Mama: Makan pakai apa? Erisa : Pake ikan ama ayu (Makan pakai ikan dan sayur) Pada kesempatan lain dalam telpon, Erisa ditanya: Bapak : Erisa sedang apa? Erisa : Mam, es, lalu disambung dengan kalimat imperatif Bapa, beli cucu (Bapak belikan susu Erisa) Bapak : Apa lagi Erisa : Oti Baka, ama men Dari kalimat-kalimat yang diucapkan di atas, nampak kalimat-kalimat yang diucapkan masih terpotong-potong dan ucapannyapun masih belum sempurna. Namun secara gramatikal, kalimat-kalimat tersebut sudah dapat digolongkan daiam bentuk kalimat lengkap. Hal ini ditandai dengan Subjek (S) + Verb (V). Secara umum, bentuk S+V untuk awal pemerolehan bahasa sudah dapat digolongkan dalam kalimat lengkap karena maknanya hampir ssmpurna. Demikian juga pada kalimat: Pake ikan ama ayu. Pakai ikan dan sayur pun secara gramatikal dapat dimengert; dengan melihat rangkaian pertanyaan atau kalimat sebelumnya. Jadi jawaban itu bisa dikategorikan sebagai jawaban lengkap. Hal serupa terjadi, pada percakapan kedua di atas, unsur gramatikalnya pun sudah hampir sempurna, walaupun ucapan fonem yang keluar masih beium sempurna.

2. Kalimat Imperatif
            Memperhatikan kalimat-kalimat yang diungkapkan sebelumnya pada bagian pemerolehan morfologi di atas, nampak beberapa kalimat imperatif seperti: Ma, bukain kuncinya (buka kunci lemari Mama), pakein baju ma (pakaikan baju mama), abang ambilin bangku Erisa (Kakak ambilkan kursi kecilnya), maka kalimat imperatif yang diungkapkannya sudah mernpunyai makna lengkap. Seperti ungkapan sebelumnya, ucapan-ucapan fonem masih beium sempurna, sedangkan logika kalimat imperatifnya kadang-kadang beium berurutan sesuai dengan kaidah-kaidah kalimat imperatif Walaupun demikian, dari susunan kalimatnya, sudah dapat dikatakan bahwa dalam percakapan atau dalam situasi tertentu, kalimat seperti itu lazim apalagi dalam ragam tidak formal khususnya dalam pemerolehan bahasa anak.

3. Kalimat interogatif
            Kalimat interogatif kadang-kadang muncul secara sporadik. Pernah pada suatu hari Erisa, tidur siang dan bangun sudah agak sore. Waktu itu cuaca mendung. Ketika dia bangun dari tempat tidurnya. dia langsung menanyakan Bapaknya. Bapa mana ma?. Kalimat ini biasanya diucapkannya pada saat bangun pagi hari. Tetapi karena ciiaca mendung, dan dia kira sore itu adalah pagi hari, maka dia tanya Bapaknya. Kalimat ini terungkap karena Bapaknya tidak ada didekatnya. Ibunya menjawab, Bapak di kantor. Dari situasi percakapan di atas antara Ibu dan Erisa, nampak bahwa pemerolehan dan produksi kalimat tanya Erisa sudah narnpak dapat diucapkan tanpa berpikir. Hal ini menunjukan bahwa kalimat semacam itu sudah diperolehnya dan dengan mudah diproduksinya. Contoh-contoh lain kalimat seperti ini sering juga diungkapkannya tatkala dia ingin sesuatu; misalnya, pada waktu dia mencari mainannya, dia katakan, Mana La/a Erisa (maksudnya Boneka Lalanya). Ini ditanyakan pada kakanya atau pada teman sepermainannya. Dari kalimat-kslimat yang diungkapkan oleh Erisa, dapat disimpulkan bahwa, sebenarnya Erisa pada umur 2,5 tahun, seorang anak sudah dapat mengungkapkan kalimat tanya dengan lengkap sesuai dengan tingkat perkembancjan umurnya.


V. KESIMPULAN

Setelah menganalisis pemerolehan bahasa Erisa mulai dari pemerolehan dan produksi fonologis, morfologis maupun sintaksis seperti yang dikemukan pada bagian IV di atas, dapat disirnpulkan bahwa:
  1. Pada umur 2,5 tahun, seorang anak yang normal sudah dapat mengucapkan fonem-fonem, dan kata yang terbatas sesuai dengan lingkungannya dan benda-benda yang ada disekitarnya. Di samping itu, kata-kata yang keluar adalah masih terpotong-potong dan ucapannya masih terpeleset.    
  2. Pada umur 2,3 sampai 2,5 tahun, kata-kata yang diproduksinya sudah mulai bertambah dan mulai dari kata-kata benda dan kata kerja. Perkernbangan perbendaharaan bahasanya sudah mulai dengan kata-kata benda yang abstrak. Sementara kata-kata benda dan kata kerja juga bertambah diakibatkan oleh repetisi dari pemerolehan baik dari ternan, kakak, maupun orang tuanya secara sadar maupun tidak sadar.
  3. Pada umur 2,5 tahun nampaknya, Erisa sudah bisa merangkai kata-kata secara sederhana, mulai dari satu, dua sampai tiga kata, dan akhirnya membentuk kalimat. Kalimat sederhana yang dikemukakannya masih berkisar pada urutan sederhana dan belum teratur. Namun makna kalimat itu sudah dapat ditangkap kalimat- kalimat baik kalimat berita, kalimat imperatif ataupun kalimat tanya dapat diproduksi sekitar umur 2,5 tahun. Dari hasil pemantauan pada Erisa, kalimat-kalimat tersebut sudah dapat diproduksi pada awal umur 2,5 tahun.
Di samping kata-kata dan kalimat yang diperoleh seperti dikemukakan di atas, di sini dapat pula disimpulkan bahwa seorang anak yang normal, akan mampu memperoleh bahasa pertama bila saraf dan jaringan otaknya tidak terganggu selama masa pertumbuhannya. Perkembangan kejiwaan dan juga gizi serta Imgkungan memegang peranan penting dalam pertumbuhan motorik khususnya dalam pemeroiehan dan produksi bahasa anak.

DAFTAR PUSTAKA

Burn, A. Collaborative Action Research for English Language Teachers. Cambridge: Cambrige Univ. Press. Clark and Herbert H. Clark Eve.V. (1977) Psychology and Language An Ontroduction to Pscyholinguistics.

Harcourt Barce Jovanovich.lnc.USA First Language Acquisition : the Argument. The Language Acquisition Device (2006) p. 22 (http:// perso.clubnternet.fr/tmason/ Web

Pages/LangTeach/Licence/CM/Oldlectures/lntroduction-.htm).
Ginn, Wanda Y. Jean Piaget - Intellectual Development (Online, 3 de macro de 2006 ) p. 7. (http://www.SK.com.br/.sk-vyqot.htrnl).

Gleason, G.B & Ratner. NB. 1998. Psycholinguistics. Second Editon. Harcourt Brace College. Orlando.
Language Acquisition and Neurolinguistics:Jenneberg and Biologicalcal Foundations of Language (2006) p. 19. (http://ruccs.rutgers.edu/~stromlab)

Language Acquisition.Theory -That Both Acquisition of First (2006) p.2 (http://earthrenewal. org/secondlang.htm). Language Acquisidon Preschool The Language Acquisition Preschool (Lap) Is A Clashroom-Based Speech And Language Program For Children (2006), p. 22. (http: //www.lsi.ukans. edu/splh/lap.htm)

Lenneberg E. H. (Ed.) New Direction The Study Of Language. (2006), p. 7. (http://www.ualberta.ca/~gemian/ejournal/libben2.htm).

Pinker, Steven. Language Acquisition (last updated on: 11/06/20 (12.20:00:14)p.73. http://www.arts.uwa.adu.au/ LingWW/ L'N102 99/Notes/theorAcuis.

Schutz, Ricardo. Stephen Krashni's Theory of Second language Acquisition (Online. 30 de janero de 2006) p.12, (http://www.sk.com.br/sk-krash.html).

Schutz, Ricardo. "Noam Chomsky", 'Language and Mind (2006) p.1 (http://www.sk.com.br/sk-krash.hlml

1 komentar: