I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa
sebagai alat komunikasi merupakan sarana perumusan maksud, melahirkan perasaan,
dan memungkinkan kita menciptakan kegiatan sesama manusia, .mengatur berbagai
aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan rnasa depan kita. Bahasa
sebagai alat komunikasi diperoleh manusia sejak lahir sampai usia lima tahun,
yang dikenal dengan istilah pemerolehan bahasa. Orang dewasa selalu terpesona
oleh hampir perkembangan bahasa yang ajaib pada anak-anak. Meskipun sepenuhnya
lahir tanpa bahasa, pada saat mereka berusia 3 atau 4 tahun, anak-anak secara
khusus telah memperoleh beribu-ribu kosakata, sistem fonologi dan gramatika
yang kompleks, dan aturan kompleks yang sama untuk bagaimana cara menggunakan
bahasa mereka dengan sewajarnya dalam banyak latar sosial.
Pemenuhan
ini terjadi pada setiap masyarakat yang dikenal, apakah terpelajar atau bukan,
dalam tiap-tiap bahasa dari Afghan hingga ke Zulu, dan hampir pada semua
anak-anak, dengan mengabaikan cara bagaimana mereka dibesarkan. Alat-alat
linguistik modern dan psikologi telah memungkinkan kita untuk mengatakan banyak
hal tentang apa yang dipelajari anak-anak, dan langkah-langkah yang mungkin
mereka lewati dalam perjalanan menuju kemampuan komunikatif orang dewasa.
Akan tetapi kita masih mempunyai
banyak pertanyaan yang tidak terjawab tentang bagaimana sebenarnya anak-anak
memperoleh bahasa. Bagairnana cara mereka menentukan apa makna kata-kata atau
bagaimana cara menghasilkan ujaran yang bersifat gramatika yang belum pernah
mereka dengar atau yang diproduksi sebelumnya? Peneliti tidak mampu untuk
sepakat, seperti mengapa anak-anak belajar bahasa: Apakah anak-anak belajar
bahasa karena orang dewasa mengajarkannya kepada mereka? Atau karena mereka
diprogramkan secara genetik untuk memperoleh bahasa? Apakah mereka belajar
gramatika yang kompleks hanya karena hal itu ada di sana, atau apakah mereka
belajar dalam rangka memenuhi beberapa kebutuhan untuk berkomunikasi dengan
orang lain?
Chomsky yang kutip oleh Subyakto-Nababan1
mengatakan bahwa setiap manusia mernpunyai apa yang dinamakan falcuties of
the mind, yakni semacam kapling-kapling intelektual dalam benak atau otak
mereka dan salah satunya dijatahkan untuk pemakaian dan pemerolehan bahasa.
Seorang yang normal akan memperoleh bahasa ibu dalam waktu singkat. Hai ini
bukan karena anak memperoleh rangsangan saja, lalu si anak mengadakan respon,
tetapi karena setiap anak yang iahir telah dilengkapi dengan seperangkat
peralatan yang memperoleh bahasa ibu. Alat ini disebut dengan Language
Acquisition Device (LAD) atau lebih dikenal dengan nama piranti pemerolehan
bahasa.
Seorang anak
tidak perlu menghapal dan menirukan pola-pola kalimat agar mampu menguasai
bahasa itu. Piranti pemeroiehan bahasa diperkuat oleh beberapa hal, yakni: (1).
Pemerolehan bahasa anak mengikuti tahap-tahap sama;(2).Tidak ada hubungan
pemerolehan bahasa anak dengan tingkat kecerdasan;(3). Pemerolehan bahasa tidak
terpengaruh oleh emosi maupun motivasi; dan (4). Pada masa pemerolehan tata
bahasa anak di seluruh dunia sama saja. Si anak akan mampu mengucapkan suatu
kalimat yang belum pernah didengar sebelumnya dengan menerapkan kaidah-kaidah
tata bahasa yang tidak sadar diketahuinya melalui dan kemudian dicamkan dalam
hatinya.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang di
atas, fokus penelitian ini adalah pemerolehan bahasa anak; usia 2,5 tahun dan
pada tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis.
C. Rumusan Masalah
Yang menjadi pertanyaan pada penelitian ini
adalah:
1. Bagaimanakah pemerolehan
bahasa anak usia 2,5 tahun?
2. Bagaimanakah pemerolehan
bahasa anak usia 2,6tahun pada tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis?
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pemerolehan bahasa anak usia 2,5 tahun pada tataran fonologi,
morfologi, dan sintaksis.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini
diharapkan sebagai salah satu bahan informasi dalam hal penelitian tentang
pemerolehan bahasa anak, Selain itu, penelitian ini diharapkan pula sebagai
bahan masukan bagi penelitian yang relevan, khususnya dalam hal pemerolehan
bahasa anak usia di bawah 5 tahun.
II. ACUAN TEORITIK
A. Hakikat Pemerolehan Bahasa
Krashen
dalam Schutz (2006:12) mendefinisikan pemerolehan bahasa sebagai "the
product of a subconscious process very similar to the process children undergo
when they acquire their first language. Dengan kata lain pemerolehan bahasa
adalah proses bagaimana seseorang dapat berbahasa atau proses anak-anak pada
umumnya memperoleh bahasa pertama.
Pemerolehan
bahasa merupakan ambang sadar pemeroleh bahasa biasanya tidak sadar bahwa ia
tengah memperoleh bahasa, tetapi hanya sadar akan kenyataan bahwa ia tengah
menggunakan bahasa untuk komunikasi. Schutz menambahkan hasil dari pemerolehan
bahasa yakni kompetensi yang diperoleh juga bersifat di ambang sadar. Si
pemeroleh pada umurnya tidak sadar tentang kaidah bahasa yang diperolehnya.
Menurut
Sigel dan Cocking (2000:5) pemerolehan bahasa merupakan proses yang digunakan
oleh anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis dengan ucapan orang tua
sampai dapat memilih kaidah tata bahasa yang paling baik dan sederhana dari
bahasa yang bersangkutan Pemerolehan bahasa umumnya berlangsung dilingkungan
masyarakat bahasa target dengan sifal alami dan informal serta lebih merujuk
pada tuntutan komunikasi. Berbeda dengan belajar bahasa yang berlangsung secara
formal dan artifisial serta merujuk pada tuntutan pembelajaran (Ricardo Schutz,
2006:12)
Pemerolehan
bahasa dibedakan menjadi pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan bahasa
kedua. Pemerolehan bahasa pertama terjadi jika anak belum pernah belajar bahasa
apapun, lalu memperoleh bahasa. Pemerolehan ini bisa satu bahasa atau
monolingual FLA (first language acquisition), bisa dua bahasa secara
bersamaan atau berurutan (bilingual FLA). Bahkan bisa lebih dari, dua
bahasa (multilingual FLA). Sedangkan pemerolehan bahasa kedua terjadi
jika seseorang memperoleh bahasa setelah menguasai bahasa pertama atau
merupakan proses seseorang mengembangkan keterampilan dalam bahasa kedua atau
bahasa asing.
Menurut
Vygotsky pemerolehan bahasa pertama diperoleh dari interaksi anak dengan
lingkungannya, Walaupun anak sudah memiliki potensi dasar atau piranti
pemerolehan bahasa yang oleh Chomsky disebut language acquisition device (LAD),
potensi itu akan berkembang secara maksimal setelah mendapat stimulus dari
lingkungan.
Menurut Krashen dalam Thomas7 ada
lima hipotesis yang dikernukakan Krashen terutama bertahan dengan pemerolehan
bahasa kedua, yaitu; (1). the Acquisition-Learning hypothesis (hipotesis
pemerolehan-pembelajaran), (2). the Natural Order hypothesis (hipotesis
urutan alamiah),(3). the Monitor hypothesis (hipotesis pemantau),(4) the
Input hypothesis (hipotesis masukan), dan (5) the Affective Filter
hypothesis (hipotesis saringan afektif).
Hipotesis urutan alamiah menyatakan
bahwa kita memperoleh kaidah bahasa dengan urutan yang dapat diperkirakan.
Kaidah tertentu cenderung muncul lebih dini daripada kaidah lainnya dalam
pemerolehan bahasa itu. Berbagai studi yang dilaporkan oleh Krashen memperkuat hipotesis
ini. Anak-anak yang memperoleh bahasa Inggris sebagai bahasa kedua menunjukkan
urutan alamiah bagi morfem gramatikal yang diperolehnya dengan tanpa dipengamhi
oleh bahasa pertarnanya yang berbeda. Urutan pemerolehan bahasa kedua berbeda
dari urutan bahasa pertamanya, tetapi kelompok pemeroleh bahasa kedua yang
berbeda bahasa pertarnanya menunjukkan keserupaan yang berarti. Urutan alamiah
ini juga terlihat pada orang dewasa.
Hipotesis pemantau mengetengahkan
bahwa pemerolehan dan pembelajaran digunakan dengan cara yang spesifik.
Biasanya pemerolehan memprakarsai tuturan kita dan bertanggung jawab atas
kefasihan kita. Adapun pembelajaran hanya mempunyai satu fungsi saja, yaitu
sobagai pemantau atau penyunting. Pembelajaran hanya memainkan peran untuk
mengubah bentuk tuturan kita, setelah diproduksi oleh sistem yang terperoleh.
Ini dapat terjadi sebelum atau sesudah berbicara atau menulis. Hipotesis ini
menyiratkan bahwa kaidah formal atau pembelajaran sadar, hanya memainkan
peranan yang terbatas dalam performansi bahasa kedua.
Hipotesis masukan
menyatakan bahwa manusia itu memperoleh bahase hanya dengan satu cara yaitu
dengan memahami pesan atau menerima masukan yang dipahami. Hipotesis masukan
ini bertahan dengan pemerolehan bukan dengan pembelajaran. Dinyatakan bahwa
kita memperoleh dengan memahami bahasa yang berisi struktur sed'kit melintasi
tingkat kompetensi yang ada. Hal ini terbantu dengan konteks informasi yang
bersifai ekstra linguistik. Hipotesis ini sejalan dengan apa yang dikenal dengan
tuturan penjaga (caretaker speech), yaitu modifikasi yang dilakukan oleh
orang tua atau orang dewasa lainnya manakala berbicara dengan anak-anak.
Tuturan penjaga itu dimodifikasi untuk membantu pemahaman. Dalam hal
pemerolehan bahasa kedua atau asing ada juga yang biasa dikenal dengan tuturan
asing. Tuturan asing ini biasanya diperoleh oleh penutur asli manakala
berbicara dengan orang yang mempunyai kompetensi berbahasa kurang. Secrang anak
yang diterjunkan dalam lingkungan alamiah untuk memperoieh bahasa kedua dapat
hanya sedikit sekaii berbicara selama beberapa bulan sejak pajanan pertamanya
dengan bahasa kedua itu. Penggunaan kaidah bahasa pertama dalam pemerolehan
bahasa kedua juga menopang hipotesis masukan ini.
Hipotesis
saringan afektif bertahan dengan perlunya keterbukaan dalam pemeroleban
bahasa. Si pemeroleh perlu terbuka terhadap masukan itu. Saringan afektif akan
menghambat si pemeroleh bahasa dalam memanfaatkan masukannya. Apabila saringan
itu jalan, si pemeroleh mungkin saja memahami apa yang dipersepsinya tetapi
masukan itu tidak akan mencapai alat pemerolehan bahasa. Hal ini terjadi
manakala sipemeroleh tidak termotivasi, kekurangan kepercayaan diri. atau
merasa risih terhadap lingkungannya.
Chomsky dalam Ricardo Shutz (2006:1)
tampaknya serasi dalam hal hakikat dasar masalah bahasa. Dalam analisis tentang
pemerolehan bahasa, ia berpendapat bahwa misteri perbuatan belajar berasal dari
dua fakta utama tentang penggunaan bahasa, yakni bahasa itu taat asas dan
kreatif.8 Lanjut Chomsky, penutur yang mengetahui konstituen dan pola
gramatikal dapat menuturkannya kendati belum mendengarnya, begitu juga pengamat
tidak dapat berharap mampu membuat daftar konstituen, dan pola gramatikal itu
karena kemungkinan kombinasmya itu tak terbatas.
Menurut Bloomfield, tata bahasa
merupakan pernerian analog yang sesuai dengan suatu bahasa, dan belajar adalah
seperangkat pfosedur penemuan yang dengan cara itu seorang anak membentuk
analogi-analogi. Pemerolehan bahasa berproses tanpa kompetensi tentang
aturan-aturan bahasa, tetapi lebih memperhatikan pesan-atau makna yang
dipahami. Berbeda dengan belajar bahasa membutuhkan kompetensi bahasa sebagai
modal bagi penggunaan bahasa yang dipelajari.
Anak
dalam memperoleh bahasa pertama bervariasi, ada yang lambat, sedang, bahkan ada
yang cepat. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
berikut ini:
a. Faktor Alamiah.
Yang dimaksudkan di sini adalah
setiap anak lahir dengan seperangkat prosedur dan aturan bahasa yang dinamakan
oleh Chomsky Language Acquisition Divice (LAD). Potensi dasar itu akan
berkembang secara maksimal setelah mendapat stimulus dari lingkungan. Proses
perolehan melalui piranti ini sifatnya alamiah. Karena sifatnya alamiah, maka
kendatipun anak tidak dirangsang untuk mendapatkan bahasa, anak tersebut akan
n.ampu menerima apa yang terjadi disekitarnya. Slobin rnengatakan bahwa yang
dibawa lahir ini bukanlah pengetahuan seperangkat kategori linguistik yang
semesta, seperti dikatakan oleh Chomsky. Prosedur-prosedur dan aturan-aturan yang
dibawa sejak lahir itulah yang memungkinkan seorang anak untuk mengolah data
linguistik.
b. Faktor Perkembangan
Kognitif.
Perkembangan bahasa seseorang
seinng dengan perkembangan kognitifnya.
Keduanya memiiiki hubungan yang
komplementer. Pemerolehan bahasa dalam prosesnya dibantu oleh perkembangan
kognitif, sebaliknya kemampuan kognitif akan berkembang dengan bantuan bahasa.
Keduanya berkembang dalam lingkup interaksi sosial. Piaget dalam Brainerd
seperti dikutip Ginn mengartikan kognitif sebagai sesuatu yang berkaitan dengan
pengenalan berdasarkan intelektual dan merupakan sarana pengungkapan pikiran,
ide, dan gagasan11. Termasuk, kegiatan kognitif; aktivitas mental, mengingat,
memberi sirnbol, mengkategorikan atau mengelompokkan, memecahkan masalah,
menciptakan, dan berimajinasi. Hubungannnya dengan rnempelajari bahasa,
kognitif memiliki keterkaitan dengan pemerolehan bahasa seseorang. Menurut
Lenneberg, dalam usia dua tahun (kematangan kognitif) hingga usia pubertas,
otak manusia itu mssih sangat lentur yang memungkinkan seorang anak untuk
memperoleh bahasa, pertama dengan mudah dan cepat. Lanjut Lenneberg, perolehan
bahasa secara alamiah sesudah pubertas akan terharnbat oleh selesainya
fungsi-fungsi otak tertentu, khususnya fungsi verbal di bagian otak sebelah
kiri12. Piaget memandang anak dan akalnya sebagai agen yang aktif dan
konstruktif yang secara perlahan-lahan maju dalam kegiatan usaha sendiri yang
terus menerus. Anak-anak sewaktu -bergerak menjadi dewasa memperoleh tingkat
pemikiran yang secara kualitatif berbeda, yaitu menjadi meningkat lebih kuat.
Piaget
berpendapat bahwa kemampuan merepresentasikan pengetahuan itu adalah proses
konstruktif yang mensyaratkan serangkaian langkah perbuatan yang lama terhadap
lingkungan. Menurut Slobin, perkembangan umum kognitif dan mental anak adalah
faktor penentu pemerolehan bahasa. Seorang anak belajar atau memperoleh bahasa
pertama dengan mengenal dan mengetahui cukup banyak struktur dan fungsi bahasa,
dan secara aktif ia berusaha untuk mengembangkan batas-batas pengetahuannya
mengenai dunia sekelilirignya, serta mengembangkan keterampilan-keterampiian
berbahasanya menurut strategi-strategi persepsi yang dipunyainya. Lanjut
Slobin, perolehan linguistik anak sudah diselesaikannya pada usia kira-kira 3-4
tahun, dan perkembangan bahasa selanjutnya dapat mencerminkan pertumbuhan
kognitif umum anak itu.
c. Faktor Latar Belakang
Sosial.
Mencakup struktur keluarga,
afiliasi kelompok sosial, dan lingkungan budaya memungkinkan terjadi perbedaan
serius dalam pemerolehan bahasa anak. Semakin tinggi tingkat interaksi sosial
sebuah keluarga, semakin besar peluang anggota keluarga (anak) memperoleh
bahasa. Sebaliknya semakin rendah tingkaf interaksi sosial sebuah keluarga,
semakin kecil pula peluang
anggota keluarga (anak) memperoleh bahasa. Hal lain yang turut berpengaruh
adalah status sosiai. Anak yang berasal dari golongan status sosiai ekonomi
rendah rnenunjukkan perkembangan yang lamban dalam pemerolehan bahasa.
Perbedaan dalam pemerolehan bahasa rnenunjukkan bahwa kelompoK menengah lebih
dapat mengeksplorasi dan menggunakan bahasa yang eksplisit dibandingkan dengan
anak-anak golongan bawah, terutama pada dialek mereka. Kemampuan anak
berinteraksi dengan orang lain dengan cara yang dapat dipahami penting intinya untuk
menjadi anggota kelompok. Anak yang mampu berkomunikasi dengan baik akan
diterima lebih baik oleh kelompok sosiai dan mempunyai ke- sempatan yang lebih
baik untuk memerankan kepemimpinannya ketimbang anak yang kurang mampu
berkomunikasi atau takut menggunakannya.
d. Faktor Keturunan, meliputi:
1. Jenis kelamin. Jenis kelamin
turut mempengaruhi perolehan bahasa anak. Biasanya anak perempuan lebih
superior daripada anak laki-laki. Meskipun dalam berbagai studi ilmiah
perbedaan mendasar mengenai hal itu belum sepenuhnya dapat dijelaskan oleh para
ahli.
2. Intelegensi. Perolehan bahasa
anak turut juga dipengaruhi oleh intelegensi yang dimiliki anak. Ini berkaitan
dengan kapasitas yang dimiliki anak dalam mencerna sesuatu melalui pikirannya.
Setiap anak memiliki struktur otak yang mencakup IQ yang berbeda antara satu
dengan yang lain. Semakin tinggi
IQ seseorang, semakin cepat
memperoleh bahasa, sebaliknya semakin rendah IQ-nya, semakin lambat memperoleh
bahasa.
3. Kepribadian dan Gaya/Cara
Pemerolehan. Kreativitas seseorang dalarn meresponi sesuatu sangat menentukan
perolehan bahasa, daya bertutur dan bertingkah laku yang menjadi kepribadian
seseorang turut mempengaruhi sedikit banyaknya variasi-variasi tutur
bahasa.
Seorang
anak tidak dengan tiba-tiba memiliki tata bahasa pertama dalam otaknya, lengkap
dengan semua aturan-aturannya. Bahasa pertama itu diperolehnya denganbeberapa
tahap, dan setiap tahap berikutnya lebih mendekati tata bahasa dari bahasa
orang dewasa.
Menurut
Piaget seperti dikutip Ginn, mengklasifikasi perkembangan bahasa ke dalam tujuh
tahapan15, yaitu. (a) Tahap Meraban (Pralinguistik 0,0-0,5) Pertama, (b)
Tahap Meraba (Pralinguistik 0,5-1,0) Kedua: Kata Nomsens, (c) tahap
Liguistik I Holoprastik; Kalimat satu Kaia (1,0-2,0), (d) Tahap
Linguistik II Kalimat Dua Kata (2,0-3,0), (e) Tahap Linguistik III.
Pengembangan Tata Bahasa (3,0-4,0), (f) Tahap Linguistik IV Tata Bahasa
Pra-Dewasa (4,0-5,0) dan (g) Tahap Linguistik V Kompetensi Penuh (5,0-)
Pada
tahap pralinguistik pertama anak belum dapat menghasilkan bunyi secara normal,
pada tahap pralinguistik yang kedua anak sudah dapat mengoceh atau membabel
dengan pola suku kata yang diulang-ulang. Bahkan menjelang usia 1 tahun anak
sudah mulai mengeluarkan pola intonasi dan bunyi-bunyi tiruan. Pada tahap
linguistik I anak sudah mulai menggunakan serangkaian bunyi ujaran yang
menghasiikan bunyi ujaran tunggal yang bermakna. Pada tahap linguistik II
kosa-kata anak mulai berkembang dengan pesat, ujaran yang diucapkan terdiri
atas dua kata dan mengandung satu konsep kalimat yang lengkap. Pada tahap
linguistik III anak mampu menggunakan lebih dari dua kata, kalimat yang
diungkapkan biasanya menyatakan makna khusus yang berbeda antara satu dengan
yang lainnya. Pada tahap linguistik IV anak sudah mampu menyusun kalimat yang
cukup lengkap meskipun masih ada kekurangan pada penggunaan infeksi dan kata
fungsi. Dan pada tahap linguistik yang terakhir anak sudah memiliki kompetensi
penuh dalam berbahasa.
Vygotsky
seperti ditulis Schutz16 mengemukakan urutan perkembangan pemerolehan bahasa ke
dalam tipe-tipe ujaran , sebagai berikut:
1.
Ujaran luas (sosialisasi). yang dimaksud adalah
ujaran yang disesuaikan dengan perilaku seseorang yang diajak bicara. Hal ini
terjadi apabila anak mampu mengubah perspektif mental mereka dan mampu
memandang situasi dari sudut pandang orang lain ketimbang dari sudut pandang
mereka sendiri. Kemudian mereka mampu berkomunikasi dan melibatkan diri dalam
pertukaran ide. Karena pertanyaan meminta perhatian yang lebih banyak ketimbang
pernyataan, kebanyakah ujaran yang berpusat pada orang lain (ujaran luar) pada
awalnya mengambil bentuk pengajuan pertanyaan.
2.
Ujaran Fribadi (Elgosentris). Dalam konteks ini,
anak berbicara bagi kesenangan dirinya atau karena kesenangan yang berhubungan
dengan seseorang yang kebetulan bersamanya. Mereka tidak berusaha untuk
bertukar ide atau memperhatikan pendapat seseorang. Nilai utamanya dalam
perkembangan bicara adalah membantu anak memperoleh kemampuan berbicara dan
mengetahui bagaimana reaksi orang lain terhadap apa yang mereka katakan.
Tahap
ini terdiri:
Tahap
1 : Bahasa prasosial yang menstimulasi diri sendiri
Tahap
II : Ujaran pribadi yang mengarah ke luar
TahapIII
: Ujaran pribadi yang mengarah ke diri sendiri
Tahap
IV : Manifestasi-manifestasi eksternal ujaran dalam
Tahap
V : Ujaran dalam hati atau pikiran
3.
Ujaran Dalam. Anak dalam hal ini hanya memfokuskan
pada sikap mental individunya dalam mengolah bentuk-bentuk ujaran yang
dikehendakinya.
Urutan perkembangan pemerolehan
bahasa menurut Lindfors seperti dikutip sebuah sumber dapat dikelompokkan
menjadi tiga tahap, yaitu:
1. Perkembangan Prasekolah
Tahap Pralinguisfik (0,0-0,6
bulan) ditandai dengnn adanya bunyi-bunyi, seperti tangisan, rengekan, dan
lam-lain yang merupahan respon utama bagi rangsangan lapar, sakit, senang dan
sebagainya
Tahap Linguistik
a. Tahap Pengocehan (babbling
stage) (0,6-1,0) Dalam tahap ini anak itu mengucapkan sejumlah besar
bunyi-ujar yang sebagian besar tidak bermakna, dan sebagian kecil menyerupai
kata atau penggal kata yang bermakna hanya karena kebetulan saja.
b. Tahap satu kata satu
frase/kalimat (hoiophrastic stage) (1,0-2,0) Pada usia ini, anak itu
sudah mengerti bahwa bunyi-ujar itu berkaitan dengan makna dan mulai
mengucapkan kata-kata yang petama. Tahap ini boleh dinamakan "satu kata
sama dengan satu frase atau kalimat", yang berarti bahwa satu kata yang
diucapkan anak itu merupakan satu konsep yang lengkap.
c. Tahap dua kata satu frase
(kombinatori permulaan) (2,0-3,0) Dalam tahap ini anak itu menggunakan
rangkaian dari ucaparf satu kala dengan intonasi seakan-akan ada dua ucapan,
Contoh Ani/mam, yang artinya Ani minta makan".
d. Tahap menyerupai telegraf (telepraf
speech) (3,0-4,0) Pada tahap ini anak sudah mampu menggunakan lebih dari
dua kata, bisa tiga, empat, bahkan lebih. Hubungan gramatikal sudah mulai
tampak dengan jelas, tetapi topik pembicaraan masih seputar dirinya dan terjadi
pada saat itu.
2. Perkembangan Kombinatori
a. Perkembangan "negatif;
anak mulai mengatakari sesuatu yang bersifat non eksistensi, penolakan dan
penyangkalan dengan menggunakan kata "tidak, bukan, dan jangan".
b. Perkembangan interogatif: anak
mulai sering mengajukan pertanyaan untuk meminta informasi atau keterangan
mengenai suatu hal yang memuaskan rasa ingin tahunya.
c. Perkembangan penggabu'ngan
kalimat; anak sudah mampu menggabungkan beberapa proposisi sebuah kalimat
lengkap.
3. Perkembangan Masa Sekolah
a. Pemerolehan struktur bahasa.
Pada masa irii pertumbuhan semantik dan sihtaksis anak akan berkembang kSrena
pengalamannya semakin banyak dan semakin luas, dan sekolah memiliki peranan
yang sangat penting.
b. Pemakaian bahasa untuk
berbagai situasi. Pada tahap ini anak mempelajari struktur dan fungsi bahasa
secara bersamaan, sehingga dia dapat memilih penggunaan bahasa sesuai dengan
situasi dan kondisi.
c. Kesadaran metalinguistik. Pada
tahap in: mulai tumbuh kemampuan untuk memikirkan, mempertimbangkan, dan
berbicara mengenai hahasa sebagai "sandi resmi" (formal code) yang
berbeda antara satu anak dengan anak lain.
Menurut
Lenneberg18 selama sepuluh atau sebelas tahun di dalam masa pemerolehan bahasa,
perkembangan bahasa pada diri anak mengalami tahapan-tahapan tertentu. Tahap
perkembangan bahasa itu ke dalam mintakat-mintakat (zones) sebagai berikut:
Tingkat Usia Normal
Usia 5 tahun : LANGUAGE FULLY ESTABHSHED
(bahasa
sepenuhnya terbentuk)
Usia 4 tahun : ZONE 3-OCCASIONAL GRAMMAR MISTAKE
(mintakat ke-3
kesalahan tata bahasa di sana sini)
iUsia 3 tahun : ZONE 2-FROM PHRASES TO SENTENCES
(mintakat ke-2
dari frase ke kalimat)
Usia 2 tahun : ZONE1-SINGLEWORDSONLY
(mintakat ke-1 kata-kata tunggal
saja)
Usia 0-1 tahun : NO LANGUAGE
(belum
ada bahasa)
Lenneberg
menjelaskan bahwa "bahasa sepenuhnya terbentuk" pada saat anak usia
lima tahun berkenaan dengan penguasaan bahasa yang sudah bebas dari
kesalahan-kesalahan bentuk yang mendasar (pada peringkat morfologi). Sementara
masa antara tiga sampai sepuluh tahun merupakan masa penyempumaan
kekurangan-kekurangan di dalam tata bahasa dan masa pemerluasan kosa kata.
Berdasarkan
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemerolehan bahasa adalah proses
memperoleh bahasa yang merupakan aktivitas ambang sadar, dan berlangsung di
lingkungan masyarakat bahasa target dengan sifat alami dan informal serta lebih
merujuk pada tuntutan komunikasi.
Perkembangan
pemerolehan bahasa seseorang dipengaruhi oleh faktor alamiah, perkembangan
kognitif, latar belakang sosial budaya, dan faktor keturunan. Pemerolehan
bahasa dalam prosesnya dibantu oleh perkembangan kognitif, sebaliknya kemampuan
kognitif akan berkembang dengan bantuan bahasa. Keduanya berkembang dalam
lingkup interaksi sosial.
Pada dasarnya setiap anak akan
melalui tahap-tahap atau urutan yang sama dalam proses pemerolehan bahasa.
Anak-anak akan berkembang secara alami sehingga sampai pada kompetensi penuh
sesuai dengan perkembsngan biologis dan neurologisnya, Penguasaan unsur
tertentu; akan diperoleh terlebih dahulu, baru kemudian diikuti unsur yang
lain. Meskipun demikian, pada perkembangan secara individual mungkin saja ada
beberapa perbedaan antara anak yang satu dengan anak yang lain karena adanya
faktor-faktor lain (lingkungan) yang ikut mengintervensi.
B. Kajian Hasil-hasil Penelitian
yang Relevan
Dalam
kaitannya dengan pemerolehan bahasa pada anak usia dini sangat erat kaitannya
dengan aliran bunyi bahasa, yang bunyi tersebut bercampur satu dengan yang
lain. Secara auditoris bahasa merupakan rangkaian bunyi bermakna yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bunyi-bunyi bahasa terangkai secara
sistematis dan sistemis membentuk ujaran ujaran yang bermakna sehingga menjadi
tanda bahasa yang diepakati. Kesepakatan social terhadap bahasa ini menyangkut
tanda-tanda bahasa secara utuh, termasuk didalamnya bagaimana realisasi
pengujaran segmen-segmen bunyi itu. Eko Mulyono, telah mengevaluasi bahwa
fonetik dan fonologi berada dalam satu subsistem bahasa.
Dengan
kata lain, fonetik bertitik tolak pada bahasa manusia yang meneliti produksi,
pengaruh langsung, dan persepsi bahasa. Sehubungan dengan itu, dalam penelitian
ini penulis menelaah Pemerolehan Bahasa Anak Umur 2.6 Tahun.
III.
METODOLOGI PENELITIAN
1. Tujuan
Khusus Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui dan mendeskripsikan sistem Pemerolehan Bahasa Anak Umur dari usia 2
tahun 3 bulan sampai usia 2 tahun 6 bulan,
khususnya yang mencakup Fonologi, Morfologi, dan Sintaksis. Melalui kajian ini akan diketahui pemerolehan
bahasa dari segi fonologi, segi morfologi, segi
sintaksis yang sudah dapat lafalkan dan belum dapat diucapkan oleh Roza.
2. Metode
Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Melalui
metode kualitatif ini akan dideskripsikan sistem
fonetik Roza pada usia 2 tahun 3 bulan sampai usia 2 tahun 6 bulan
3. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah
longitudinal, yaitu dengan cara mengikuti perkembangan bunyi fonem Roza dari
suatu titik tertentu (2 tahun,3 bulan)
sampai ketitik waktu yang lain yaitu (2 tahun, 6 bulan).
4. Sabjek
Penelitian
Sabjek
penelitian ini adalah anak adik penulis yang bernama Rozatul Jannah pada usia 2
tahun 3 bulan sampai dengan usia 2 tahun 6 bulan
5. Latar
Penelitian
Penelitian
ini dilakukan di Jalan Pemuda I No. 2 RT 10/RW 01 Rawamangun Jakarta
Timur.Tempat tersebut merupakan rumah tempat tinggal Roza. Pengumpulan data dilakukan selama 3 bulan, yaitu bulan Maret, April, Mei dan awal Juni 2008, sedangkan pengolahan
dan penganalisisan data, serta penulisan laporan
penelitian dilakukan selama satu bulan Juni 2008.
6. Data dan
Sumber Data Penelitian
Data penelitian ini berupa data
kebahasaan lisan yang direkam (spoken teks). Data ini berbentuk wacana
interaksional. Wujud data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah wujud
verbal atau bentuk bahasa yang digunakan dalam peristiwa tutur di rumah adik penulis. Data-data tersebut
diperoleh dari kegiatan, percakapan formal antara
subjek penelitian dan penulis sendiri yang direkam dengan tape recorder dan dilengkapi dengan catatan lapangan.
E.
Prosedur Pengumpulan dan Perekam Data
Pemerolehan data tidak melalui
perlakuan (eksperimen). Subjek penelitian sebagai sumber data dibiarkan
bercakap-cakap secara alamiah. Percakapan alamiah itu diharapkan memunculkan
data yang bersifat alamiah. Data alamiah menjadi ciri khas penelitian ini. Daia
dalam penelitian sederhana ini diperoleh melalui teknik perekamar, dan
pencatatan. Perekaman dilakukan pada saat terjadi komunikasi antar keluarga. Instrumen yang digunakan
dalam penelitian sederhana ini kecuali peneliti
sendiri, juga digunakan tape recorder untuk merekam selama terjadinya proses komunikasi, dan alat pencatat
yang digunakan setelah perekaman berlangsung.
G.
Analisis Data
Data secara keseluruhan dianalisis
dengan menggunakan teknik analisis daskriptif kualitatif. Langkah yang
dilakukan adalah data yang berupa rekaman ditranskripsikan
ke dalam bentuk tulisan
G.
Pemeriksaan Keabsahan data
Pengujian keabsahan data ini
dilakukan teknik kredibilitas. Langkah kridibilitas ini ditempuh hanya dengan
langkah triangulasi. Menurut Burns bahwa "triangulation is away of arguing
that if different methods of investigation produce the same result then the data are likely to be
valid". Untuk itu dalam penelitian, triangulasi dilakukan dengan cara, triangulasi data, situasional, dan
metode pengumpulan data. Triangulasi
data dilakukan dengan cara mengambil data dari berbagai suasana, waktu dan tempatnya. Triangulasi situasional
diiakukan dengan cara mengamati subjek
yang sama dalam berbagai situasi, dan triangulasi metode pengumpulan data yaitu menggunakan beberapa alat atau
instrumen agar data yang terkumpul lebih akurat
Hal ini ditempuh dengan menggunakan perekaman, pencatatan, dan pedornan wawancara. Melakukan peer
debriefing, yaitu dilakukan dengan cara membicarakan
dengan pakar danahlinya di bidang yang diteliti, baik segi metodologi maupun segi keilmuan pada masalah
yang diteliti.
IV.
PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA
A.
Pemerolehan Fonologi
Fonologi sebagai salah satu aspek
dalam linguistik mempelajari tentang fonem. Bunyi-bunyi yang diucapkan oleh
Erisa sejak umur 2,3 akan dilihat sebagai bagain dari pemerolehan bahasa,
Definisi yang umum tentang fonem dikemukakan oleh Lyons adalah dua bunyi yang secara fonetis berbeda dalam
lingkungan yang sama, yang
berpengaruh untuk membedakan kata-kata yang berlainan. Misalnya [I] dan [r] adalah fonem-fonem yang berbeda dalam
bahasa Inggris karena membedakan pasangan kata-kata Misalnya: kata light dan
right, lot dan rot dan sebagainya. Dalam
bahasa Indonesia dapat juga buku dan kuku, dan sebagainya. Pada 'jmur 2 tahun
sampai dengan 2,5 tahun Erisa telah banyak memperoleh dan meproduksi berbagai
fonem yang dapat membedakan arti kata-kata yang diucapkannya. Hanya saja dalam
mengungkapkan kata-kata ini pada umur 2,3 tahun, kemampuan fonologi Erisa baru
pada bunyi-bunyi vokal seperti /r/, /p/, pada kata /mama/ dan /bapa/. Kata-kata
ini sering sekali diucapkan oleh Erisa. Kata-kata ini diucapkan dalam situasi
apa saja misalnya ketika Hendak makan, tidur dan menangis yang kesemuanya ini
secara spontan diucapkan. Fonem /p/ muncul sekali-sekali dan tidak sesering munculnva
fonem Iml. Bunyi vokal lain seperti /u/ dan l\l atau bunyi lot dan /e/
kadang-kadang secara spontan, misalnya kedegaran /ue/ yang artinya /kue/ atau
/men/ dalam kata /permen/, fonem l\l dalam kata /iki/ yang artinya ciki
(sejenis makanan kecil yang banyak digemari oleh anak-anak). Demikian pula
bunyi /u/ pada kata /uyung/ yang artinya burung, nan /a/ pada kata v /ambing/
yang artinya kambing, bunyi lot pada kata /odok/ yang artinya kodok. Di samping
bunyi-bunyi tersebut di atas, pada perkembangannya Erisa sering juga
mengeluarkan bunyi yang lain sebagai pemerolehan dan produksi tambahan dari
bunyi-bunyi pada kata-kata sebelumnya. Produksi bunyi-bunyi ini tampak pada
kata-kata seperti berikut ini: /r)/: uyung artinya burung lot: onyet artinya
monyet /A/: Ambu artinya jambu i\l: isang artinya pisang lei. eyuk artinya
jeruk Dalam urr.ur 2,5 tahun, bunyi vokal yang diperoleh dan dipakai secara
konsisten bertambah banyak seperti terlihat pada gambar berikut: Gambar V.Fonem
Vokal umur 2 tahun Depan memperhatikan pengucapan vokal-vokal seperti pada
gambar di atas, dapat dikatakan bahwa Erisa pada umur 2,5 tahun hampir dapat
mengucapkan semua vokal tersebut, dan ini dapat dilihat pada kata-kata yar.g
diproduksinya sebagai berikut: 101: odok: artinya kodok IN: ambing artinya
kambing lal: ayam artinya ayam /a/: ambu artinya jambu l\l: itan artinya ikan
/a/: angga artinya mangga 101: opi artinya topi lei: ebo artinya kerbau l\l:
ikus artinya tikus /u/: ubi artinya ubi lei: embang artirya kembang /u/:
upu-upu artinya kupu-kupu /d/: des artinya pedas. Di samping bunyi vokal yang
telah dikuasainya, pada umur 2,5 tahun, Erisa juga dapat menghasilkan berbagai
konsonan seperti pada gambar berikut:
Titik
Artikulasi
|
Bilabial
|
Alveolar
|
Alveolar
Palatal
|
Velar
|
Glptal
|
Hambat
|
P
b
|
t
d
|
|
k
9
|
?
|
Frikatif
~AfiTkaT~ "
|
|
|
s
|
|
h
|
Nasal
|
m
|
n
|
|
o
|
|
Getar
|
|
1
|
|
|
|
Lateral
|
|
|
|
||
Semivokal
|
w
|
y
|
|
|
|
|
_______!
|
|
|
Gambar 3. Foriem Konsonan Umur
2,5 tahun Pada gambar pemerolehan konsonan seperti di atas, Erisa telah dapat
mengucapkan konsonan seperti konsonan
bilabial dan alveolar: konsonan
/p/ dan /t/ mendahului konsonan
lainnya. Konsonan velar /k/ dan Igl
belum pernah terdengar kecuali
/k/ pada akhir, misalnya1 pada kata 'abang elek' (abang jelek) dan pada kata
'jeyuk1 (jeruk), naik, pepek (bebek).
Pada
awal kata, konsonan /k/"tidak terdengar, tetapi pada tengah kata juga
terdengar seperti pada kata \k\ (ciki= sejenis makanan kecil). Sementara
itu konsonan /p/ sering sekali terdengar. Misalriya pada kata pait (pahit), konsonan Id pada kata fayi
(tali), faka (tanygs), konsonan Ibl pada kata bec\ (besi), bell (beli),
konsonan /m/ pada kata ayam (ayam), main (bennain), konsonan /n/ pada kata tepon (telpon), naik (naik), konsonan /D/
pada kata ambing (kambing), buyung
(burung), konsonan /g/ pada kata aget (kaget), konsonan
I si pada utis (pensil), tuyis (tulis), konsonan /I/ pada kata be/i
(membeli), /agi, konsonan /g/ pada kata guya (gula), konsonan lyl paling
sering sering diucapkannya misalnya:
ayam (ayam), guya (gula), beying (beling), bayon
(balon), buyung (burung), tetapi konsonan /w/ hampir tidak kedengaran. Bunyi-bunyi
konsonan yang lain sering muncul banyak yang diganti
dengan konsonan lain dalam
ucapannya. Seperti contoh di atas tadi, konsonan
/I/ pada kata tulis diganti
dengan konsonan lyl menjadi tuyis. Demikian
pula konsonan /b/ pada kata
bebek diganti dengan konsonan /p/ menjadi
pepek. Di samping konsonan-konsonan
tersebut di atas, nampaknya pada umur
2,5 tanun atau lebih seperti umur Erisa
belum bisa mengungkapkan konsonan
/r/. Ini narnpak dengan adanya
pergantian konsonan tersebut dengan
konsonan- konsonan lain seperti pada
kata burung diganti dengan buyung, /an diganti dengan kata /ay/, dan sebagainya.
B.
Pemerolehan Morfologi
Kebanyakan kata yang diucapkan oleh
Erisa pada uinur 2,5 tahun adalah kala-kata monomorfemik misalnya: /uit/: duit
/men/: permen /atu/: Satu /egang/: pegang /ue/: kue /ate/: sate /ukan/: bukan
/uju': tujuh /ndok/: sendok Kata-kata yang diucapkan seperti tersebut di atas hanya
satu kata yang monomorfemik, dan belum nampak sama sekali mcrfem yang dapat
membedakan arti kata-kata tersebut. Kata-kata tersebut lazim hanya berdiri
sendiri dan dalam morfologi kata-kata seperti itu dinamakan morfem bebas. Di
samping morfem bebas yang muncul dalam ucapan Erisa ada juga morfern terikat
yang sebenarnya masih sulit dibedakan dalam setiap ucapannya tanpa
memperhatikan konteks dan situasi ketika kata itu diucapkan.
Walaupun jarang terdengar morfem
terikat yang diucapkan Erisa, namun tidak berarti balnva semua kata-kata yang
diucapkannya tidak dapat membedakan arti. Ada beberapa kata yang diucapkan
Erisa yang sebenarnya sudah termasuk ketagori morfem terikat, misalnva: Bayu
Bapa ——Baju Bapak Erisa —- Batu Erisa Apung ———capung
Ayung —•— payung For.em /y/ pada ucapan bayu (baju) dan batu sebenarnya dapat
dikategoriKan morfem terikat. Ketika Erisa menginjak umur 2,5 lebih, kata-kata
yang diucapkannya lebih banyak kata-kata yang hampir bisa dikatakan dalam
konteks makna kalimat, dan Erisa sudah bisa mengucapkan kata-kata lebih dari
satu suku kata. Misalnya: Atu lagi Mam nasi Buyung eyang Ikan upa-upa Beli iki
Beli oklat Beli bayon satu lagi •< makan nasi burung elang ikan lumba-lumba
beli ciki beli coklat. beli balon Baju Bapa baju Bapak Nggak mau tidak.mau Aget
Erisa Erisa kaget Ungkapan kata-kata tersebut sering juga diselingi berbagai
monomorCemik seperti pada contoh tersebut di atas. Di samping sefingan
kata-ksta monomorfemik tersebut, Erisa juga sudah mampu mengucapkan prefiks
/di/ misalnya: Dianbil abang kue Erisa = kue Erisa diambil abang (kakaknva)
Dimakan ayam ma = kuenya dimakan ayam Odok dibuang ono = kodok dibuang di sana.
Kata-kata
diucapkan bersamaan dengan prefiks maslh sering dibalik atau tidak diurutkan.
Dengan memperhatikan klausa atau rangkaian kata-kata yang diucapkannya, ini
menunjukan bahwa Erisa sudah mampu menyusun kalimat secara teratur menurut
tingkat makna sesuai dengan konteks di mana dan kapan ungkapan itu diucapkan.
Pada umur 2,5 tahun Erisa nampaknya sudah mampu mengucapkan sufiks pada
kata-kata tertentu. Misalnya" Ketika ibunya menutup kembali lemari buku
yang dibukanya, Erisa mengucapkan : Ma, buka;V> kuncinya = buka kunci lemari
Mama Itu kan susu ivisa = itu susu I'lisa kan Pengertian pada kata
'bukain' sebenarnya Erisa sudah mampu mengungkapkan sufiks walaupun kata In di
sini hanyalah dipengaruhi oleh bahasa Jakarta. Bagi orang dewasa, kata itu bisa
diungkapkan dengan kata bukakan, tetapi orang Jakarta dewasa pun mengucapkan
kata itu tetap bukain, karena memang sufiks in dalam bahasa Jakarta
sudah merupakan sufik yang disisipkan pada setiap kata yang ingin
ditekankannya. Di samping itu pengaruh sufik in tadi adaiah menandakan bahwa
bahasa Erisa banyak dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Sementara kata 'kan'
pada kalimat itu kan susu Erisati menunjukan bahwa Erisa sebenarnya mampu
mengungkapkan kata-kata seru, walaupun ungkapan itu hanya secara spontan saja.
C. Pemerolehan Sintaksis
Analisis pemerolehan bahasa Erisa
mencakup bagaimana perkembangan bahasa yang diprpduksi termasuk kalimat.
Kalimat yang dihasilkannya masih sangat sederhana, dan memerlukan satu
pemahaman yang kadang-kadang sulit dimengerti. Kalimat-kalimat yang
diproduksinya masih banyak yang tidak lengkap dan kadang-kadang
terpotong-potong dan ditambah lagi dengan ucapan fonemnya yang belum sempurna.
Namun dari hasil pemerolehan bahasanya masih dapat dimengerti. Dalam
pernbahasan tentang kalimat-kalimat yang dihasilkan oleh Erisa akan terlihat
mulai dari ujaran dua kata, tiga kata dan juga multi kata.
1.
Kalimat Deklaratif
Memasuki umur 2,6 tahun, Erisa
sebenarnya sudah banyak mengungkapkan kalimat-kalimat sederhana yang dapat
mengapdung makna lengkap. Untuk mengetahui bagaimana bentuk kalimat deklaratif
yang diungkapkan oleh Erisa, bentuk percakapan berikut ini dapat memberikan
gambaran kalimat-kalimat tersebut. ; Erisa : Mama. Erisa mau mam Mama: Makan
pakai apa? Erisa : Pake ikan ama ayu (Makan pakai ikan dan sayur)
Pada kesempatan lain dalam telpon, Erisa ditanya: Bapak : Erisa sedang apa? Erisa
: Mam, es, lalu disambung dengan kalimat imperatif Bapa, beli cucu (Bapak
belikan susu Erisa) Bapak : Apa lagi Erisa : Oti Baka, ama men Dari
kalimat-kalimat yang diucapkan di atas, nampak kalimat-kalimat yang diucapkan
masih terpotong-potong dan ucapannyapun masih belum sempurna. Namun secara
gramatikal, kalimat-kalimat tersebut sudah dapat digolongkan daiam bentuk
kalimat lengkap. Hal ini ditandai dengan Subjek (S) + Verb (V). Secara umum,
bentuk S+V untuk awal pemerolehan bahasa sudah dapat digolongkan dalam kalimat
lengkap karena maknanya hampir ssmpurna. Demikian juga pada kalimat: Pake
ikan ama ayu. Pakai ikan dan sayur pun secara gramatikal dapat dimengert;
dengan melihat rangkaian pertanyaan atau kalimat sebelumnya. Jadi jawaban itu
bisa dikategorikan sebagai jawaban lengkap. Hal serupa terjadi, pada percakapan
kedua di atas, unsur gramatikalnya pun sudah hampir sempurna, walaupun ucapan
fonem yang keluar masih beium sempurna.
2.
Kalimat Imperatif
Memperhatikan kalimat-kalimat yang
diungkapkan sebelumnya pada bagian pemerolehan morfologi di atas, nampak
beberapa kalimat imperatif seperti: Ma, bukain kuncinya (buka kunci
lemari Mama), pakein baju ma (pakaikan baju mama), abang ambilin
bangku Erisa (Kakak ambilkan kursi kecilnya), maka kalimat imperatif yang
diungkapkannya sudah mernpunyai makna lengkap. Seperti ungkapan sebelumnya,
ucapan-ucapan fonem masih beium sempurna, sedangkan logika kalimat imperatifnya
kadang-kadang beium berurutan sesuai dengan kaidah-kaidah kalimat imperatif
Walaupun demikian, dari susunan kalimatnya, sudah dapat dikatakan bahwa dalam
percakapan atau dalam situasi tertentu, kalimat seperti itu lazim apalagi dalam
ragam tidak formal khususnya dalam pemerolehan bahasa anak.
3. Kalimat interogatif
Kalimat interogatif kadang-kadang
muncul secara sporadik. Pernah pada suatu hari Erisa, tidur siang dan bangun
sudah agak sore. Waktu itu cuaca mendung. Ketika dia bangun dari tempat
tidurnya. dia langsung menanyakan Bapaknya. Bapa mana ma?. Kalimat ini
biasanya diucapkannya pada saat bangun pagi hari. Tetapi karena ciiaca mendung,
dan dia kira sore itu adalah pagi hari, maka dia tanya Bapaknya. Kalimat ini
terungkap karena Bapaknya tidak ada didekatnya. Ibunya menjawab, Bapak di
kantor. Dari situasi percakapan di atas antara Ibu dan Erisa, nampak bahwa
pemerolehan dan produksi kalimat tanya Erisa sudah narnpak dapat diucapkan
tanpa berpikir. Hal ini menunjukan bahwa kalimat semacam itu sudah diperolehnya
dan dengan mudah diproduksinya. Contoh-contoh lain kalimat seperti ini sering
juga diungkapkannya tatkala dia ingin sesuatu; misalnya, pada waktu dia mencari
mainannya, dia katakan, Mana La/a Erisa (maksudnya Boneka
Lalanya). Ini ditanyakan pada kakanya atau pada teman sepermainannya. Dari
kalimat-kslimat yang diungkapkan oleh Erisa, dapat disimpulkan bahwa,
sebenarnya Erisa pada umur 2,5 tahun, seorang anak sudah dapat mengungkapkan
kalimat tanya dengan lengkap sesuai dengan tingkat perkembancjan umurnya.
V. KESIMPULAN
Setelah menganalisis pemerolehan
bahasa Erisa mulai dari pemerolehan dan produksi fonologis, morfologis maupun
sintaksis seperti yang dikemukan pada bagian IV di atas, dapat disirnpulkan
bahwa:
- Pada
umur 2,5 tahun, seorang anak yang normal sudah dapat mengucapkan
fonem-fonem, dan kata yang terbatas sesuai dengan lingkungannya dan
benda-benda yang ada disekitarnya. Di samping itu, kata-kata yang keluar
adalah masih terpotong-potong dan ucapannya masih terpeleset.
- Pada
umur 2,3 sampai 2,5 tahun, kata-kata yang diproduksinya sudah mulai
bertambah dan mulai dari kata-kata benda dan kata kerja. Perkernbangan
perbendaharaan bahasanya sudah mulai dengan kata-kata benda yang abstrak.
Sementara kata-kata benda dan kata kerja juga bertambah diakibatkan oleh
repetisi dari pemerolehan baik dari ternan, kakak, maupun orang tuanya
secara sadar maupun tidak sadar.
- Pada
umur 2,5 tahun nampaknya, Erisa sudah bisa merangkai kata-kata secara
sederhana, mulai dari satu, dua sampai tiga kata, dan akhirnya membentuk
kalimat. Kalimat sederhana yang dikemukakannya masih berkisar pada urutan
sederhana dan belum teratur. Namun makna kalimat itu sudah dapat ditangkap
kalimat- kalimat baik kalimat berita, kalimat imperatif ataupun kalimat
tanya dapat diproduksi sekitar umur 2,5 tahun. Dari hasil pemantauan pada
Erisa, kalimat-kalimat tersebut sudah dapat diproduksi pada awal umur 2,5
tahun.
Di samping
kata-kata dan kalimat yang diperoleh seperti dikemukakan di atas, di sini dapat
pula disimpulkan bahwa seorang anak yang normal, akan mampu memperoleh bahasa
pertama bila saraf dan jaringan otaknya tidak terganggu selama masa
pertumbuhannya. Perkembangan kejiwaan dan juga gizi serta Imgkungan memegang
peranan penting dalam pertumbuhan motorik khususnya dalam pemeroiehan dan
produksi bahasa anak.
DAFTAR PUSTAKA
Burn, A. Collaborative Action
Research for English Language Teachers. Cambridge: Cambrige Univ. Press.
Clark and Herbert H. Clark Eve.V. (1977) Psychology and Language An
Ontroduction to Pscyholinguistics.
Harcourt Barce Jovanovich.lnc.USA
First Language Acquisition : the Argument. The Language Acquisition Device (2006)
p. 22 (http:// perso.clubnternet.fr/tmason/ Web
Pages/LangTeach/Licence/CM/Oldlectures/lntroduction-.htm).
Ginn, Wanda Y. Jean Piaget -
Intellectual Development (Online, 3 de macro de 2006 ) p. 7. (http://www.SK.com.br/.sk-vyqot.htrnl).
Gleason, G.B & Ratner. NB.
1998. Psycholinguistics. Second Editon. Harcourt Brace College. Orlando.
Language Acquisition and Neurolinguistics:Jenneberg
and Biologicalcal Foundations of Language (2006) p. 19. (http://ruccs.rutgers.edu/~stromlab)
Language Acquisition.Theory
-That Both Acquisition of First (2006) p.2 (http://earthrenewal.
org/secondlang.htm). Language Acquisidon Preschool The Language Acquisition
Preschool (Lap) Is A Clashroom-Based Speech And Language Program For
Children (2006), p. 22. (http: //www.lsi.ukans. edu/splh/lap.htm)
Lenneberg E. H. (Ed.) New
Direction The Study Of Language. (2006), p. 7. (http://www.ualberta.ca/~gemian/ejournal/libben2.htm).
Pinker, Steven. Language
Acquisition (last updated on: 11/06/20 (12.20:00:14)p.73.
http://www.arts.uwa.adu.au/ LingWW/ L'N102 99/Notes/theorAcuis.
Schutz, Ricardo.
Stephen Krashni's Theory of Second language Acquisition (Online. 30 de
janero de 2006) p.12, (http://www.sk.com.br/sk-krash.html).
Schutz, Ricardo.
"Noam Chomsky", 'Language and Mind (2006) p.1 (http://www.sk.com.br/sk-krash.hlml)
ijin share gan
BalasHapus